Wednesday, August 18, 2010

KEPERLUAN MENJAGA NASAB NABI MUHAMMAD SAW

KEHARUSAN MENJAGA TALI HUBUNGAN NASAB
KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW.


Dalam menjaga kesinambungan kekhususan tali kefamilian dari keturunan Rasulullah SAW., bagi lelakinya (sayyid/syarif) tidaklah begitu bermasalah, karena nasab7) anak-anaknya akan bertalian kepadanya, ke kakeknya dan seterusnya hingga sampai ke Sayyidina Husein atau Sayyidina Hasan radhiyallahu'anhuma. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa mereka berdua adalah anak kesayangan dari Sayyidatina Fathimah Az-Zahra' radhiyallahu'anha yang bernasab kepada baginda Rasulullah SAW., sedangkan ayah mereka berdua adalah Al-Imam 'Ali karromallahu wajhah suami dari Sayyidah Fathimah Az-Zahra'.

Nah...! yang menjadi masalah adalah: Bagaimana dengan kaum wanita (sayyidah/syarifah) dari keturunan Rasulullah SAW., bila mereka menikah dengan seorang lelaki ….?

Tentu, sebagai jawaban adalah tergantung pada ayah dari anak-anak hasil perkawinan mereka (kepada suami yang telah menjadi jodoh sayyidah atau syarifah tersebut). Oleh karenanya suami mereka itu haruslah yang sekufu (sebanding/sederajat dalam hal nasab dengan mereka), sebagai penerapan kafa'ah dalam penjodohannya. Hal ini adalah merupakan hak dan kewajiban bagi kaum wanita keturunan Rasulullah SAW., serta wali-walinya dalam usaha menjaga nasab yang berhubungan dengan Beliau SAW.

Untuk menjodohkan atau menikahkan antara seorang pria dengan wanita bukanlah sekedar rasa cinta antara dua jenis saja yang dititik-beratkan, akan tetapi cinta itu tumbuh karena diawali dengan cinta terhadap keridhoan Allah SWT dan Rasul-Nya. Yakni tidak menyalahi, mengganggu atau melanggar perintah dan larangan Allah SWT., apalagi bermaksiat atau mengkhianati wasiat yang diamanatkan bagi semua manusia. Jalinan cinta yang tumbuh antara dua insan atas dasar ikhlas dan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta bertaqwa, akan tumbuh rasa cinta yang sejati. Cinta dan benci karena Allah SWT akan menjadi tali pengikat keimanan dan merupakan seutama-utamanya amal.

Rasulullah SAW bersabda :

"Amal yang sangat utama adalah cinta dan benci karena Allah SWT". (HR. Abu Daud dari Abu Dzar).

Kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT., akan dijadikannya sebagai motor dan indikator dalam mereaksikan cintanya kepada yang selain Allah SWT.

Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.

"Cintailah Allah SWT karena Ia selalu memberi kamu nikmat- nikmat-Nya. Dan cintailah aku (Nabi SAW) karena cintamu kepada Allah SWT dan cintailah keluargaku karena cintamu kepadaku." (HR. Turdmudzi dari Ibnu 'Abbas).

Dan masih banyak lagi hadits-hadits Nabi SAW yang menerangkan perlu dan wajib bagi ummatnya mencintai Rasulullah SAW dan Ahlul-Baitnya sebagai tanda cinta mereka kepada Allah SWT.

Cinta seorang lelaki "Akhwal" (lelaki yang tidak bersambung nasab kepada Rasulullah SAW) terhadap keturunan Ahlul Bait Nabi SAW., mestinya bukan ditunjukkan dengan cara menikahi wanita Ahlul Bait tersebut, apalagi dengan alasan bahwa ia mencintai dan sengaja memilih menikahi mereka karena menjalani perintah Rasulullah SAW seperti sabda Beliau :

"Hendaklah menikahi wanita yang baik nasabnya "atau "Dinikahi wanita karena nasabnya…." Dan lain-lainnya.

Sungguh! bukan begini sebenarnya cara menampakkan cinta dan ta'at kepada baginda Rasulullah SAW dan Ahlul-Baitnya, sungguh ! sekali lagi bukan. Tidaklah mungkin dapat dikatakan cinta yang sebenarnya atau sesuai dengan apa yang dimaksudkan Nabi SAW., juga sangat keliru kalau yang demikian itu guna melaksanakan wasiat Beliau SAW., dengan melihat dari satu sudut saja suatu hadits atau dapat disebut melihat dengan sebelah mata.

Landasan perkawinan yang demikian sungguh sangat timpang dan pincang. Ini hanya merupakan dorongan hawa nafsu belaka. Bahkan andai dihadapkan pada amanah Nabi SAW., tentu tampak sebagai suatu kesalahan yang disengaja, tidak wajar dan niatan hati yang tidak baik.

Dapat dilihat bahwa ia melaksanakan perintah Nabi SAW., dengan menepis keberadaan hadits-hadits lain, sehingga dalam pijakan hukum tidak dibedakan antara makna keta'atan dengan makna cinta.

Lelaki yang tidak sekufu dengan wanita yang bernasabkan kepada Rasulullah SAW (sayyidah/syarifah), lalu ia menikah dengannya, sama artinya ia tidak memiliki rasa ta'adzdzom (mengagungkan) dan rasa hormat kepada Baginda Nabi SAW. Terhapuslah arti kecintaan kepada Beliau SAW., sebab tindakannya mengganggu, merusak dan memutuskan hubungan nasab syarifah yang ia kawini dengan Nabi SAW., apalagi bila berbuat lebih dari itu seperti menghina, menyakiti, menganiaya dan lain sebagainya, tentu tuntutan Nabi SAW dan hukuman Allah SWT. Segera akan menimpanya.

Pengakuan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya haruslah mematuhi dan mengikuti yang diperintahkan dengan tidak sedikitpun ada niatan atau tindakan yang menyalahi.

Allah SWT., berfirman:

"Katakanlah (hai Muhammad), jika kalian benar-benar mencintai Allah SWT, maka kalian ikutilah aku. Niscaya Allah SWT akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian." (QS. Ali 'Imran: 31).

KAFAAH SHARIFAH

Seklumit Manfaat Pernikahan Kaffah
Tinjauan segi AlQur'an, Hadis dan Genetika


Banyak para Syarifah menanyakan masalah seputar pernikahannya yang agak dibatasi oleh kaum anak-cucu Rasul Saw. Terdapat Polemik dari kalangan ulama mengenai hal ini ada yang menfatwakan pelarangan syarifah untuk tidak menikah dengan non-sayyid namun ada pula yang membolehkannya. Kita berbaik sangka pada para Ulama karena mereka menyimpulkan fatwa dilatarbelakangi oleh pemahaman keluasan ilmu dan taufik dari Allah s.w.t dalam mengkaji Al-Quran, Hadis, kemudian keadaan lingkungan yang berbeda saat itu. Disini hanyalah membahas selain dari segi Al-Qur'an dan hadis juga seklumit segi genetika dan manfaatnya.

Menyikapi perbedaan Ijtihad yang terjadi diantara para ulama akibat kondisi dan situasi masyarkat yang ada, maka alangkah baiknya kita mengkaji secara sistematis dari pembahasan umum terhadap Ahlul bayt. Kemudian kita petik hikmah yang terkandung dari suri tauladan Rasul saaw dalam melaksanakan pernikahan putrinya Fatimah albathul ra ini, selanjutnya memaparkan ilmu genetika, mengkaji hipotesis genetika secara umum dan secara khusus didalam diri beliau s.a.w segi AlQur'an, AlHadis dan teori genetika itu sendiri. Alfakir akan mengemukakan perbandingan secara umum dilanjutkan pembahasan genetika pada anak cucu rasul s.a.w dan berakhir pada kesimpulan yang bersifat persuasif dan contoh-contoh masa lalu terhadap anak cucu rasul s.a.w agar pemahaman mereka lebih terbuka hingga mereka lebih menghargai dan menjaga anuegrah yang diberikan Allah s.w.t

Di zaman Rasul terdapat 3 kelompok yang dapat dipilih segi penasaban/genetika secara struktural. Pertama Rasul s.a.w sendiri sebagai sumber kemuliaan, yang kedua Ahlul Bayt baik isteri-isteri Nabi maupun ahlul kissa dan yang ketiga para sahabat itu sendiri. Kita tempatkan sesuai pada tempatnya dan kadar kemuliaan masing-masing disisi Rasul s.a.w. Kemudian secara stuktural dilihat dari hadis-hadis maka Ahlul Bayt secara bahasa terbagi tiga pertama Keluarga karena hubungan pernikahan, keluarga karena hubungan kerabat yaitu hubungan genetika secara horisontal dan keluarga karena hubungan genetika secara vertikal. Bagi pengertian pertama yaitu ditujukan pada Isteri-isteri Nabi s.a.w, untuk pengertian yang kedua yaitu segi horizontal tertuju bagi para paman dan sepupu serta kemenakan Nabi s.a.w, sedang yang ketiga Imam Ali kw, Fatimah ra, Al-Hasan ra dan Al-Husain ra secara vertikal. Bahkan berdasarkan beberapa hadis lain ahlul bayt yang dimaksud yaitu kaum mukmin yang mengikuti petunjuk Nabi hingga Akhir zaman, Namun penafsiran dari ayat 33 itu secara spesifik ditujukan pada Ahlul Bayt Ahlul Kissa dari Rasul s.a.w berdasarkan Hadis-hadis Sahih. Kemudian ada sebagaian ulama membagi Ahlul bayt Nabi segi maknawiyah yaitu Ahlul bayt alzuwaid yaitu ahli rumah karena hubungan pernikahan yaitu isteri Rasulullah s.a.w biasa dalam Al-Qur'an menggunakan kata ganti (dhamir) buyutikunna dan Ahlul bayt Alkisa (yang diselimuti) menggunakan kata ganti (dhamir) Buyutikum kedua Ahlul Bayt itu terdapat dalam surah Al-Ahzab tentang ahklak dan etika bagi isteri Nabi saaw dan penyucian bagi Sayidatunna Fatimah Al Batul ra, Imam Ali kw dan Imam Hasan ra serta Imam Husain ra. Arti ayat tersebut:

"Sesungguhnya Allah s.w.t bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlul Bayt dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya"
(Q.S.33:33).
Adapun Hadis–hadis yang menafsirkan ayat diatas adalah:

Imam Muslim rhm dalam kitab sahihnya membawakan sebuah hadis riwayat A'isyah. Ia menyata kan bahwa pada suatu pagi, Nabi saaw keluar dengan menggunakan selimut yang terbuat dari wool berwarna hitam. Hasan datang dan Nabi memasukannya dalam selimut, lalu datang pula Husain dan dimasukkan kedalam selimut, kemudian datang Fatimah, beliau sertakan masuk dalam selimut, setelah itu Ali datang dan beliau masukkan juga ke dalam selimut sambil mem baca: "sesungguhnya Allah s.w.t bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlul Bayt dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya" (Q.S 33:33).
Riwayat yang disampaikan oleh ulama Hadis lainnya seperti:

Al-Hakim rhm dalam Mustadrak Juz III halaman 147. Ia mengatakan bahwa hadis itu sahih menurut syarah Bukhari dan Muslim,
Al-baihaqi rhm dalam Sunan Baihaqi juz II hal 149
Ibnu jarir Al-Thabari rhm dalam kitabnya yang berjudul Tafsir Thabari jus 22 hal 5, melalui jalur lain dari A'isyah.dll
Ibnu hajar Al-haitami rhm mensahihkaan riwayat yang menyatakan bahwa Nabi saaw mengerudungkan selimut kepada mereka dan berkata: "Ya Allah s.w.t mereka adalah ahlul baytku dan orang-orang yang khusus bagiku. Hilangkanlah dari mereka noda dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Kemudian Ummu Salamah ra berkata,."Dan aku bersama mereka! tetapi Nabi menjawab, kamu berada dalam kebaikan"
Riwayat yang serupa namun agak berbeda kalimatnya disampaikan oleh ulama Hadis:

Imam Ahmad Bin Hambal rhm dari Ummu salamah ra
Imam Ahmad rhm dari Syaddad bin Ammar ra
Ibnu Jarir rhm dari ummu salamah ra.
Selain itu terdapat ayat Al-Mubalah surah Al-Imran dimana ketika Nabi saaw ditantang oleh para Pendeta Yahudi mengenai ketauhidan maka turun ayat itu mengajak bermubalah mengajak mereka makna kata dalam surah tersebut sebagai berikut yaitu "anak-anak mereka" adalah Hasan ra dan Husain ra, "wanita-wanita mereka" dimaksudkan Fatimah ra dan "diri-diri mereka" berarti Rasuullah s.a.w dan Imam Ali kw banyak hadis mengenai turunnya ayat ini dan pasti kita semua sudah tahu. Kemuliaan Imam Ali kw itu cukup dari yang lain segi nasab dengan Rasulullah s.a.w mengenai penyebutan diri-diri mereka. Mereka dalam ayat itu, terbatasnya Ahlul bayt pada kelima orang itu yaitu ahlul baytul kissa (selimut), dan merekalah yang dinisabkan ke Rasul s.a.w sedang yang lain termasuk anak-anak imam Imam Ali kw (pernikahan antara Imam Ali dengan selain Fatimah ataupun anak-anak dari Fatimah selain Hasan dan Husain). lalu bagaimana dengan saudara lain Fatimah azzahra yang menikahi sahabat lain? Ustman bin Affan ra sendiri menikahi putri nabi yang lain hingga dijuluki dzun nur (2 cahaya)? Mereka (Para Isteri Rasul s.a.w dan puteri Rasul s.aw. selain Fatimah r.a.) berada dalam kebaikkan namun tidak masuk ahlul kissa sebagaimana telah disampaikan Rasul s.a.w melalui hadis yang diriwayatkan dari ummu salamah bahwa ahlul Kissa (Fatimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain) adalah ahlul bayt sedang ahlul bayt sebagaian lain bukan Ahlul Kissa (Isteri dan kerabat lain Rasul saaw). Allah s.w.t berfirman dalam Alquran (kandungan) bahwa yg berada disisi nabi mengikuti islam secara sempurna merupakan umat terbaik yang dinyatakan Allah s.w.t, diantara mereka jika kita pilah ada 2 yaitu ahlul bayt dan sahabat. Disurah Alahzab 33, Allah s.w.t mensucikan Ahlul bayt nabi saaw dari noda dan dosa sesuci-sucinya. dilihat secara umum mereka disisi Rasul saaw diberi kemuliaan dan kadar tertentu masing-masing oleh Allah s.w.t, Ahlul bayt dengan kemuliaannya dan sahabat dgn kemuliaannya sendiri. Diantara para sahabat ada menonjol kemuliaan segi ahli pencatatan AlQur'an, penghafal hadist, ada yang terpercaya, ada yang dermawanan, ada yg tegas dan keras dan ada pula yang mulia segi nasab dekat dengan Rasul saaw dan Imam Ali memiliki kemuliaan itu (segi nasab). Pertanyaan yang perlu direnungkan dengan akal fikiran dan hati yang bersih yaitu Mengapa Rasul s.a.w menjadikan Imam Ali kw pendamping Fatimah ra? Mengapa pernikahan putri bungsu Rasul saaw berbeda dengan saudarinya yang lain. Pijakan pembahasan yang mendasari pernikahan kaffa sekarang ini tak lain adalah diambil dari pernikahan Fatimah albatul ra dengan Imam Ali kw. Peristiwa pernikahan Imam Ali kw dan Fatimah Azzahra adalah pernikahan sayyid-syarifah pertama, mengapa tidak, terdapat sejumlah hadist-hadist yang menunjukan bahwa mereka berdua ra merupakan sayyidina dan sayyidatuna pada zaman itu.

Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Rasulullah saaw "Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang paling engkau cintai aku atau fatimah?" Beliau saaw mejawab, "Bagiku engkau lebih mulia daripada Fatimah, dan Fatimah lebih aku cintai daripada kamu" (Dinukil Kitab as-sammadi dalam buku Fatimah Az-zahra Ummu Abiha Dr. Taufik Abu 'Alam Al Mishri
Al Hakim meriwayatkan dalam Al-Mustadrak sanadnya dari Jami' Ibn Umar. Ia berkata :"Aku bersama ibuku menemui Aisyah. Aku mendengarkan perkataannya dibalik tirai. Ibuku bertanya kepadanya tentang Ali. Aisyah menjawab, "Engkau bertanya kepadaku tentang seorang laki-laki. Demi Allah s.w.t, aku tidak tahu kalau ada laki-laki lain yang lebih dicintai oleh Rasulullah saaw daripada Ali. Dan dimuka bumi ini tidak ada perempuan yang sangat dicintai Rasulullah saaw kecuali Fatimah".
Dari Abu Hurairah ra diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw bersabda, " Ada satu malaikat yang tidak pernah mengunjungiku. Ia memberi kabar gembira kepadaku bahwa Fatimah adalah penghulu kaum wanita umatku"
Dari Ibnu Abbas ra : "Pada suatu hari aku menyaksikan Rasul s.a.w membuat empat garis diatas tanah sambil berkata : "Wanita-wanita yang paling mulia disurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asia isteri Fir'aun…" (Dinukil buku Riwayat Hidup Sitti Fatimah Azzahra r.a H.M.H Al Hamid Al Husaini.
Rasul s.a.w pernah berkata kepada puterinya : "Hai Fatimah, sesungguhnya Allah s.w.t marah karena kemarahanmu dan ridha karena keridhoanmu" (At-Thabriy, halaman 30, 39, 40 dan 42
Hadis Riwayat Imam Ahmad rhm dan imam Hakim rhm berasal dari Musaawwar bin Makhramah ra, menyatakan bahwa Rasul s.a.w bersabda: "Fatimah adalah bagian dari diriku, siapa yang membuatnya marah akan membuatku marah, dan siapa yang menyenangkan dan melegakannya akan menyenangkan dan melegakanku. Sesungguhnya bahwa semua nasab akan terputus pada hari kiyamaat; kecuali nasabku dan sababku" (tela'ah kitab masnad imam Ahmad dan Masnad Al-Hakim).
Jika kita membaca sejarah Nabi s.a.w bersama Ahlul bayt terutama masalah pernikahan sayidatuna Fatimah Al-batul ra, kita dapat melihat kehati-hatian Rasulullah s.a.w dalam memilih calon suaminya, Karena beliau sendiri mengetahui anugerah Allah s.w.t pada puterinya tercinta sebagai seorang wanita yang sedemikian tinggi martabat dan kedudukannya dilkalangan keluarga Nubuwah. Siapakah di antara para sahabat terkemuka atau kaum muslim yang terpandang, yang tidak ingin memperoleh kemuliaan menjadi teman hidup dan sekaligus menantu Rasul s.a.w. Setiap tokoh dan para sahabat yang mulia silih berganti menghadap Rasul s.a.w untuk mengemukakan keinginan mereka untuk mempersunting puteri beliau. Bahkan Abubakar Ash-Shiddiq r.a, Umar bin Khattab r.a, yang paling dekat dengan Rasul s.a.w dan para sahabat lain segi ilmu agama, harta benda maupun kedudukan yang terpandang sangatlah tinggi ikut mengajukan lamaran untuk memperistrerikan Sitti Fatimah r.a, Akan tetapi beliau hanya berkata : "Belum tiba suratan takdirnya" itu dikarenakan setiap sahabat yang melamar tidak sepadan dengan Fatimah r.a. segi keutamaan nasab. Coba kita renungkan apakah penolakan Rasul s.a.w pada mereka, menyebabkan mereka mencerca dan mengkritik Rasul s.a.w? Apakah keluar dari mulut sahabat yang mulia ayat AlQur'an yang artinya: "Sesungguhnya yang termulia diantara kalian dalam pandangan Allah s.w.t ialah yang paling bertakwa" (Al-Hujurat ayat 13)? Mengapa engkau menolak lamaran kami? Bukankah kami mengikutimu dan bertakwa pada Allah s.w.t? Apakah kita menemukan sejarah dimana para sahabat mengingatkan kembali kepada beliau s.a.w. tentang sabdanya menyatakan "Semua kaum Muslim adalah saudara, tak ada yang lebih afdhal dari yang lain kecuali karena takwa?"Tiada kelebihan bagi orang arab atas orang ajam (bukan arab), dan tiada kelebihan orang ajam atas orang arab kecuali karena takwanya. Para sahabat begitu memahami hikmah penolakan Rasul s.a.w dalam masalah Fatimah r.a hingga mereka tidak pernah mengkritik penolakan Nabi s.a.w bahkan berlapang dada.

Demikian pula Asalafuna-asholihun tidak ada yang berbuat demikian apalagi menganjurkan pernikahan sayyid dengan bukan syarifah ataupun sebaliknya. Karena mereka semua mengetahui banyak Hadis Nabi yang menekankan kewajiban bagi seorang muslim untuk menghormati, menjaga dan memelihara hubungan nasab seseorang dengan Nabi Muhammad S.a.w. "Jagalah kehormatanku didalam perihal sahabat-sahabatku dan orang yang bersambung kefamilian denganku. Barang siapa menjaga aku dalam hal tentang mereka. Allah s.w.t akan melihatnya didunia dan diakhirat (dengan pandangan Rahmat). Dan barang siapa tidak menjaga kehormatanku dalam hal tentang mereka itu. Maka Allah s.w.t akan membiarkannya (jauh dari pandangan Rahmat). Dan barang siapa dibiarkan Allah s.w.t, kelak tentu akan ditindak oleh Allah s.w.t (HR Al-baghawi dari iyadh Al-Anshori ra Jami'us Shogir 267)". Merekapun mengetahui apa yang Rasul lakukan bukanlah atas dasar hawa nafsunya dan ashobiah (suku). Bahkan mereka mengetahui padanan Fatimah r.a adalah Ali bin Abi Thalib hingga mendorongnya untuk melamar puteri Rasul s.a.w. Para sahabat dan salafus sholihin adalah umat terbaik dan orang mulia dan bertakwa dan mereka memuliakan orang mulia disisi Rasul. Ketika dalam majlis Rasul saw kedatangan Imam Ali k.w. Abubakar berusaha memberikan tempat duduk yang berdekatan dengan Rasulullah s.a.w sebagai penghormatan kepada Imam Ali k.w. Dikala itu tidak ada yang bersedia memberikan peluang untuk duduk. Rasulpun bersabda: "Sesungguhnya orang yang mengenal kepada orang mulialah termasuk orang mulia.(Al-Hadist). Beliau saw menerima lamaran Imam Ali k.w karena Imam Ali kw sepadan segi ilmu, nasab dan kedudukan dengan puteri beliau. Pernikahan Fatimah r.a dan Imam Ali k.w bukan atas dasar hawa nafsu dan ashobiyah dari Rasulullah s.a.w tetapi melainkan wahyu. Anas bin Malik berkata, "Aku pernah disamping Rasulullah ketika suatu wahyu turun kepadanya. Kemudian beliau berkata padaku, Wahai Anas, tahukah engkau apa yang disampaikan malaikat Jibril kepadaku?' Aku balik bertanya,'Demi ayah dan ibuku, apa yang disampaikan Malaikat Jibril?' Rasulullah s.a.w menjawab.'Jibril berkata kepadaku,'Sesungguhnya Allah s.w.t memerintahkanmu untuk menikahkan Fatimah dengan Ali. Kemudian Rasulullah berkata lagi panggilah Abubakar, Umar, Ustman, Talhah, Zubayir dan kaum Anshar.' (Dinukil dari buku Fatimah az-zahra umu Abiha dr Taufik Abu Alam Al-Mishri halaman 137). Bukankah bagi pemuda, Rasul s.a.w bersabda nikahilah karena 4 hal yaitu agama, keturunan, kecantikan dan kekayaan dan menekankan keutamaan agama.

Prioritas utama agama memang merupakan keharusan, namun kita lihat Rasulullah saw mencontohkan pernikahan puteri beliau s.a.w, walaupun banyak para sahabat sholeh dan utama dalam masalah agama namun beliau s.a.w menerima Imam Ali kw. Hal itu karena kemuliaan nasab Imam Ali kw sendiri yang dekat dengan Rasul s.a.w. dibanding sahabat lain. Bukan berarti hal tersebut merendahkan sahabat Nabi yang lain tapi sesungguhnya mereka dalam kemuliaan sesuai kadarnya disisi Allah s.w.t dan Nabi s.a.w dan Imam Ali kw memiliki kemuliaan itu segi nasab selain kesalehan. Sesuai Hadis Nabi ada empat wanita yang mulia yaitu Asia isteri Firaun, Khadijah isteri Nabi, Maryam ibu Nabi Isa dan Fatimah putri beliau. Kemuliaan mereka sesuai kadar yang di berikan Allah s.w.t dan ada kesamaan sitti Maryam dengan Fatimah mengenai penasaban yaitu anak Maryam dinisabkan pada Maryam begitu pula Fatimah. Bukan cuma satu hadist yang menyatakan hal ini tapi masih banyak hadis lain yang sahih. Adapun beberapa Hadis mengenai ini:

Hadis riwayat Al-Imam Ahmad rhm oleh Assyuyuthiy "Kitab Al-jami'il Kabir" Rasulullah saaw bersabda : "Semua anak yang dilahirkan oleh ibunya bernasab kepada Ayah mereka, kecuali anak-anak Fatimah akulah wali mereka akulah Nasab mereka dan akulah Ayah mereka".
"Sesungguhnya bahwa semua nasab akan terputus pada hari kiyamaat; kecuali nasabku dan sababku"(tela'ah kitab masnad imam Ahmad dan Masnad Al-Hakim).
Bahwasanya Allah s.w.t a'ala menjadikan turunanya tiap-tiap Nabi disulbinya dan Allah s.w.t menjadikan Turunanku disulbinya Ali bin Abi Thalib (Suami Fatimah r.a)
"Tiap-tiap anak turunanya seorang perempuan maka turunan mereka itu dari ayah-ayah mereka itu kecuali anak turunanya putriku Fatimah maka akulah wali mereka dan akulah Ashabah mereka dan akulah ayah mereka itu.".
Maka dari itu berkata syaikh Fakhruraazie didalam tafsirnya demikian: "Bahwasanya anak cucu sayyidatuna Fatimah dan anak keturunan mereka itu dinamakan anak Turunannya Rasulullah s.a.w dan dinisbahkan mereka itu kepada turunan yang sahih lagi bermanfaat didunia dan akhirat.". Demikian pula dalam kitab Tuhfat Syeikh Ibnu Hajar yang menyatakan : "Karena sesungguhnya dari keistimewaan/kekhususan yang ditentukan Allah s.w.t ta'ala bagi Nabi s.a.w. Bahwasanya anak turunan dari putrinya dinisbahkan kepada beliau s.a.w.Didalam perkara kufu dan lainnya sebagaimana telah disahihkan oleh sekalian ulama". Dari kitab "Masyariqil Anwaar" tertulis " sekiranya sebagian orang yang tidak mengerti itu ingkar nasabahnya Sayidinal Hasan dan Husain serta anak cucu keduanya bertalian kepada Rasulullah s.a.w maka niscaya mereka itu mendapat dosa besar yang wajib mendapat siksaan Allah s.w.t adanya". Sebenarnya dalam mencarikan suami bagi Fatimah azzahra ra tidaklah sulit bagi Nabi s.a.w karena umat saat itu adalah umat yg terbaik, banyak para sahabat yang saleh berilmu dan mulia namun ditolak halus nabi, ada apa gerangan dibalik itu? Kitapun telah mengetahui sikap para sahabat sedemikian rupa menghormati nasab Rasul s.a.w lalu mengapa kita sebagai orang awam yang baru lahir diakhir zaman berani mengomentari dan mengkritik para Ulama yang mendukung dan mewajibkan pernikahan anak cucu Rasul s.a.w dalam rangka mengikuti sunnah yaitu menikahkan sayyid dan syarifah seperti yang dilakukan Rasul s.a.w terhadap Fatimah r.a dan Imam Ali k.w? Jika kalau ada diantara kita yang mengatakan bahwa berbeda antara pernikahan Fatimah r.a dan Imam Ali k.w dengan penentuan pernikahan kaffa sayyid dan syarifah, maka mari bersama-sama kita telah lebih lanjut segi genetika hingga kita mengetahui sesungguhnya hukum pernikahan kaffah berasal dari suri tauladan Rasul s.a.w dalam menikahkan puterinya Fatimah r.a dengan Imam Ali k.w.

Genetika memiliki kemampuan mewarisi sifat-sifat segi fisik dan tabiat manusia. Jika seorang arab baduwi memiliki isteri dari kalangannya maka genetika suami isteri tersebut menurun pada anaknya hingga yang terlahir adalah anak baduwi juga. Begitupula seorang suami dan isteri berkebangsaan eropa pasti memiliki anak berkarakteristik eropa bukan asia, negro atau arab. Sapi bali yang dikawinkan dengan sejenisnya pasti melahirkan anak-anak sapi bali bukan sapi brahmana. Begitupula suami isteri Ahlul bayt rasul s.a.w yang pertama yaitu Fatimah r.a. dan Imam Ali k.w akan memiliki anak cucu keturunan Ahlul bayt oleh karena Rasul s.a.w menjaga dan memeliharanya.Oleh karena itu untuk melestarikan anak cucu Rasul s.a.w seyogyanya kita wajib menikahkan sayyid dan syarifah sebagaimana perbuatan Rasul s.a.w memilihkan Fatimah r.a seorang yang kuffu dari ahlul baytnya yaitu Imam Ali k.w agar kelestarian genetika Rasul s.a.w terjaga. Hikmah pernikahan yang dicontohkan Rasul s.a.w terhadap Ahlul baytnya pada anak cucu beliau s.a.w saat ini yaitu selain kriteria agama diharuskan juga segi nasab keturunan (manfaat dalam bidang genetika). Apakah tidak baik kalau kita mengikuti Rasul saw dalam masalah pernikahan Imam Ali dan fatimah azzahra? Apakah kita tidak perlu mengikuti beliau s.a.w (dengan menikahkan para anak-cucu Rasul saaw sebagaimana Rasul menikahkan mereka ra) sedang Rasul s.a.w contoh teladan dan inilah yang diikuti Saadah baalwi dihadramaut dalam memelihara keturunan Nabi saaw. Penjelasan mengenai genetika itu sendiri akan dijelaskan dalam bab selanjutnya Allah s.w.t hanya memuliakan segi nasab dua wanita ini penyambung keturunan secara non alamiah nasab jalur ayah (Sitti Maryam dan Fatimah Az-zahra) sedangkan anak Fatimah yaitu para syarifah telah ditetapkan sesuai sunnah alamiah yaitu nasab segi ayah bukan lewat ibu, jika ada yang menanyakan hal ini cukup Nabi Isa as dan ibunya dalam Al-Qur'an bukti kekuasaan Allah s.w.t menghendaki hal yang tidak alamiah sebagai bukti selain pensaban anak cucu Fatimah azzahra terhadap Rasul s.a.w.

Dahulu kala dizaman sahabat dan tabi'in pernikahan kaffa'ah ini tidak begitu dipermasalahkan karena mereka sangat menghormati dan memuliakan cucu Rasulullah saaw hingga mereka berijtihad berdasarkan Al-Qur'an dan hadis mengenai kaffaah dan melarangnya seperti halnya Imam syafi'I rhm, Imam Ahmad bin Hambal rhm, Imam Abu Hanifah rhm namun ada juga yang membolehkan masalah yaitu Imam Malik dan sebagian penganut mazhab Jafariah dan zaidiyyah. Mereka sangatlah obyektif dan menghormati anak cucu Rasul saaw walaupun mereka bukanlah dari kalangan anak cucu Rasul saaw baik Imam Abu Hanifah rhm maupun Imam Syafi'I rhm. Sedangkan pengabaran sebagian ulama bahwa Imam Ahmad rhm termasuk salah seorang anak cucu Rasul saaw. Seklumit mengenai Imam Syafi'i rhm dia bukan seorang sayyid namun ibunya seorang syarifah ayahnya non sayyid. diceritakan ayah Imam Syafi'i dahulu alim dan sholeh dia mengembara ketika itu dia tidak mempunyai apa-apa untuk dimakan maka dia mengambil buah disungai dan memakan, karena sikap wara'nya beliau menginginkan kehalalan dari pemilik buah beliau menelusuri sepanjang sungai hingga suatu lembah ditemukan rumah yg terpencil seorang ayah dan putrinya yang belum menikah mereka cucu Rasul s.a.w. karena terpencilnya daerah itu maka untuk melaksanakan sunnah Rasul s.a.w. seorang sayyid menikahkan anaknya dengan pemuda yang menjadi ayah imam Syafi'i. Segala sesuatu yang darurah maka diperbolehkan jika keluarga itu tinggal ditengah masyarakat kaum sayyid yang sholeh niscaya ayahnya akan menikahkan putrinya dengan sayyid Imam Syafi'i yang mengetahui keadaan orang tuanya, sangat menghormati ibunya selain sebagai ibunya sekaligus seorang cucu Rasul s.a.w, bahkan ketika beliau telah menjadi ulama masyhur yang mengajar ditempat yang banyak keturunan anak cucu Rasul saaw, ada seorang syarifah yang menginginkan agar Imam Syafi'i menikahinya, namun Imam Syafi'i ra sambil bersedih menolaknya dan mengatakan bahwa beliau sangat malu jika bertemu dengan Fatimah Az-zahra ra diakhirat kelak. Imam Syafi'i ra memfatwakan pelarangan syarifah menikahi non sayyid untuk mengarahkan sayyid dan syarifah tetap pada jalurnya dalam rangka memuliakan dan menghormati beliau s.a.w.

Berbicara masalah aqli (logika) maka jika kita mau lihat dengan hati dan logika yang benar maka manfaatnya pernikahan sayyid dan syarifah lebih bermanfaat dan sedikit mudharatnya kecuali jika kita melihat dengan logika yang kurang baik dan hawa nafsu. Allah s.w.t melindungi akal kita dengan ilmu agama dan hati. Sebelum pembahasan lebih lanjut kita akan membahas seklumit tentang genetika untuk memudahkan pemahaman kita mengenai pernikahan kaffah. Genetika manusia sangat dihargai Al-Qur'an bahkan tentang kejadian sperma dan ovum tentang pencampurannya, masa embrio dirahim dan kelahiran bayi jelas dalam Al-Qur'an antara lain terdapat pada surat Ar-Rahman silahkan merujuk pada buku yang berjudul Kelahiran menurut prespektif Al-Qur'an dan hadis segi kedokteran karya dr Ali Muhammad Al-barr ,mekkah. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia mahkluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah s.w.t, Pencipta Yang Paling Baik. (Surat 23 ayat 12-14). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari anatar tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Sesungguhnya Allah s.w.t benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati) (surat 86 ayat 5-8) Dalam kebanyakan organisme multisel, kedua kelamin terpisah dalam dua individu yang berbeda, yakni jantan dan betina. Sel-sel kelamin disebut gamet; sel kelamin jantan disebut spermatozoa; sel kelamin betina disebut telur (ovum). Kesatuan kedua sel tersebut disebut zigot. Proses perpaduan itu disebut pembuahan. Separuh kandungan zigot berasal dari ibu yaitu ovum dan separuh lainnya dari Ayah yaitu sperma. Dengan demikian, Individu baru yang dihasilkan mewarisi sifat keturunan dari kedua orang tuanya dan leluhurnya. Hukum hereditas pertamakali dikemukakan oleh Mendel 1866 dalam artikelnya experiments with Plant Hybrids. Hukum dasar genetika sempat terabaikan hingga morgan pada tahun 1912 menemukan kromosom dan perananya terhadap pewarisan sifat keturunan. Al-Qur'an mengemukakan teori genetika dan embrio sebagai berikut: epigenetika, dimana nutfah amsyaj (zigot), berkembang menjadi alaqah (sesuatu yang melekat dirahim) kemudian menjadi mudigah (tahap somit). Somit kemudian berdifrensiasi menjadi tulang dan otot yang menutupi tulang. Kemudian embrio manusia dibentuk kembali. Maha suci Allah s.w.t, sebaik-baik pencipta. Pra pembentukan, dimana cirri-ciri dan sifat manusia yang akan dating telah ditentukan didalam gamet laki-laki dan wanita. Leslie arey didalam development anatomy menyatakan :"Pandangan sekarang tentang permasalahan ini adalah bahwa perkembangan pada hakekatnya adalah preformasional mengenai gen dan pengaruh keturunan, tetapi epigenetic dalam aktifitas konstruksional actual."semua embriologi sepakat fakta ini: Keith Moore; Hamilton; Boyd dan Mossman; jan langman; bradely pattern. "Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya. Dari apakah Allah s.w.t menciptakannya? Dari setetes mani, Allah s.w.t menciptakannya lalu menentukannya. (Surat Abasa 17-19).

Seorang Arab baduwi menceritakan kepada Nabi bahwa isterinya telah melahirkan seseorang anak laki-laki yang berkulit hitam padahal istrinya dan anaknya tidak hitam, sehingga dia bermaksud menolak anak itu. Nabi bertanya kepadanya: "Kamu punya unta?" Orang itu mengatakan: "Ya". Nabi bertanya: "Apa warnanya?" Dia mengatakan: "Kuning kemerah-merahan." Nabi bertanya: "Apakah ada yang kehitam-hitaman diantara mereka?". Orang itu mengiyakan. Nabi kemudian bertanya kepada orang itu: "Bagaimana dia memiliki warna semacam itu?" Orang itu mengatakan: "Bagaimanapun juga, warna itu pasti telah diwarisi." Nabi mengatakan: "Kalau begitu, anakmu mungkin telah mewarisi warna kehitam-hitaman dari leluhurnya" (HR Bukhari Muslim).

Al-quran dan Hadis Nabi, sebagaimana ditunjukan diatas dengan jelas menunjukkan bahwa Al-Qur'an dan Hadis menyebutkan fakta ilmiah mengenai hukum pewarisan yang diekspresikan oleh genetika yang berada pada sperma dan ovum dari lelaki dan wanita. Sungguh mengherankan mendapati Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad s.a.w telah membicarakan masalah reproduksi dan genetika. Rasul s.a.w pernah berbicara tentang faktor genetika dan menjelaskan kepada seorang arab bahwa ketika nutfah berada dirahim, Allah s.w.t menentukan hubungan genetiknya dengan leluhurnya hingga kepada Adam (Ibn Jarir ath-Thabari dan Ibn Abi hatim). Beliau s.a.w mengatakan kepada seorang arab baduwi lainnya yantg mengadukan bahwa isterinya melahirkan seorang bayi yang berkulit hitam, padahal kedua orang tuanya tidak berkulit hitam. Tanggapan beliau s.a.w adalah bayi tersebut mungkin mewarisi warna kulit dan leluhurnya (diriwayatkan oleh bukhari, Muslim, Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu dawud, Ahmad ibn Hambal dan Daruqthuni). Pria memiliki gen XY (Kandungan spermatozoa) sedang wanita memiliki XX (kandungan dalam ovum). Keistimewaan yang diberikan Allah s.w.t s.w.t pada pria yaitu kaum pria memiliki gen Y khusus tidak dimiliki wanita dan dalam gen itulah terdapat gen pembawa nasab yaitu gen holandrik, Dimana dari dalam diri Nabi Adam sampai didalam tubuh kita masih sama. Gen itu terdiri dari asam amino yang terdiri dari sugar deoxy-ribosa, phosphate dan basa (purin yaitu adenine dan guanine, pirimidine Thimine, citocyne, urasine) berangkai tersusun dalam peta genom, menentukan:

Menentukan pewarisan bentuk fisik (perkembangan model wajah, telinga, tangan),
Sifat-sifat penyakit (Trisomi, mongoloid, Diabetes Melitus, Hipertensi dsb) yang dapat menurun
Dan sifat-sifat baik dan buruk tabiat manusia kelak.
Gen bisa memiliki karakteristik dominant dan resesif ketika terjadi pembentukan zigot ayah dan ibu.
Jikalau gen ayah Dominant berarti dalam menjalankan proses pertumbuhan dan perkembangan maka gen dominant ayah berekspresif dalam proses pertumbuhan dan perkembangan sedang gen ibu lebih banyak inaktif, begitupula sebaliknya. Pembahasan lebih dikhususkan pada fungsi ketiga dan keempat yaitu sifat dan tabiat serta dominant dan resesif. Ditinjau segi fungsinya maka gen memiliki kemampuan storage (penyimpan) sifat dan tabiat, copy (menyalin sifat dan tabiat) ketika melakukan aktifitas mitosisi dan miosis dan sebagai ekspresif ketika gen berkembang. Holandrik, gen penentu nasab pun memiliki kemampuan ekspresif membawa sifat dan tabiat manusia kelak. Perlu kita ketahui berdasarkan ilmu genetika bahwa sifat dan karakteristik setiap gen yang terdapat pada manusia bisa berubah saat melakukan ketiga fungsi tersebut (istilah kedokterannya mutasi) oleh pengaruh lingkungan, baik lingkungan material maupun spiritual. Pengertian lingkungan material disini yaitu segala sesuatu yang diindrai dan bersifat fisik yaitu mata berfungsi untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk menghidu/penciuman, mulut uintuk pengecapan dan kulit untuk perabaan/merasa ketika kontak dengan material lainnya. Sedang lingkungan tak bisa diindrai itu berupa hati, hawa dan nafsu dsb. (walaupun gen sifat dan tabiat baik bersifat dominant, atau gen non dominant dan non resesif baik dan buruk sama ataupun bahkan gen dominant semua buruk) namun bisa bermutasi sesuai dengan kondisi dan keadaan lingkungan, bisa saja seseorang memiliki gen dominant baik namun terlahir disuatu tempat yang buruk maka sifat dan tabiatnya menjadi buruk, karena lingkungan mampu bersifat dominant hingga gen baik dominant bisa inaktif bahkan mengakibatkan gen buruk yang bersifat resesif lebih aktif dalam hal ekspresif dan mempengaruhi manusia sebagai pemiliknya. begitu pula gen dominant sifat dan tabiat buruk namun terdapat pada lingkungan dominant yang baik maka bisa saja berubah.

Adapun perubahan itu tergantung berapa besar kualitas dan berapa lama intensitas orang itu terpapar oleh lingkungan dalam merubah ekspresif gennya. Namun gen dominant baik yang inaktif hingga menyebabkan gen resesif buruk berekspresif kuat hingga menjadikan pemiliknya buruk oleh lingkungan jika diperbaiki maka lebih mudah dan cepat untuk kembali baik (karena gen baiknya dominant tinggal dipicu untuk berekspresif hingga menekan kembali gen resesif) jika dibandingkan dengan memperbaiki dan memicu ekspresif gen baik resesif yang berkumpul dengan gen dominant buruk. Dalam beberapa hadis banyak menyatakan keutamaan dan kemuliaan Rasulullah s.a.w. Beliau s.a.w adalah manusia pilihan diantara pilihan. Allah s.w.t menciptakan Nabi Adam dan diantara cucunya Nabi Syid terpilih selanjutnya terpilih Nabi Nuh dan terus ke Nabi Ibrahim ke Nabi Ismail ke Adnan ke Abdi manaf ke Hasyim ke Abdul muthalib ke Abdullah dan akhirnya terekspresi dalam diri Rasul s.a.w. Segi islam dikatakan Rasulullah s.a.w manusia pilihan antara pilihan dan hal itu sejalan dengan teori genetika bahwa gen yang turun dari Nabi Adam hingga ke Nabi saaw merupakan bibit unggul, kandungan asam amino yang suci, gen yang tersaring dan terseleksi. Ekspresi genetika yang buruk secara alamiah inaktif bahkan bisa dikatakan tak berfungsi lagi hingga terbuang oleh seleksi alam sedang gen dominan yang unggul dan baik terhimpun pada jiwa Nabi s.a.w. Itulah hikmah kenapa Rasul s.a.w ditakdirkan bukan pada awal zaman.

Dikarenakan Allah s.w.t Yang Maha Berilmu melakukan ketentuan alamiahnya dengan menghimpun genetika dominant baik dan suci pada diri Rasulullah s.a.w dan menginaktifkan gen resesif bahkan tidak berfungsi, hingga dapat disimpulkan genetika Rasul s.a.w dalam hal pewarisan bentuk fisik (perkembangan model wajah, telinga, tangan) sempurna. Lihatlah ekspresif genetika dalam bentuk fisik dimana berbagai riwayat sahabat melukiskan ketampanan wajah rasul s.a.w, perwakan tubuh yang sempurna, tinggi badan proposional mantap. Al-fakir hanya paparkan dua dari berbagai hadis yang ada : Anas bin Malik ra pernah bercerita tentang bentuk tubuh Rasulullah sbb : Adalah Rasul s.a.w mempunyai bentuk tubuh tidak tinggi, tidak pula pendek, serta bentuk tubuh bagus. Rambutnya tidak terlalu keriting dan tidak pula lurus kakuu dan kehitam-hitaman warnanya. Bila beliau berjalan, maka jalannya cepat" (HR Hamid bin Mas,adah al bashri dari Abdul Wahab ats tsaqafi dari Hamid dari Anas bin Malik r.a) Adalah Rasulullah s.a.w seorang pria yang berperawakan sedang, bahunya bidang. Rambutnya yang lebat mencapai daun telinganya. Bila beliau mengenakan pakaian berwarna merah, tiada seorangpun yang pernah aku lihat yang lebih tampan darinya. Untuk lebih jelas baca buku Keagungan Nur Muhammad s.a.w Rahmatan Lil'Alamain oleh Ust MA. Asyharie PT Terbit Terang Surabaya. Selain itu genetika rasul s.a.w tidak terdapat berbagai penyakit-penyakit berhubungan dengan keturunan. Ekspresif gen yang sempurna itupun menjadikan rasul s.a.w jenius dan memiliki pemikiran cemerlang dalam menghadapi berbagai hal, sifat dan tabiat 100% dominant gen sifat dan tabiat baik. maka segi kacamata kedokteran terlihat ekspresi gen Rasulullah s.a.w sejak kecil hingga dewasa selalu menampakan kemuliaan cahaya yang suci sedang gen buruk berupa hawa (kecendrungan buruk) dan nafsu yang buruk pada diri Nabi s.a.w sudah inaktif bahkan hilang hingga yang tinggal pada diri Rasul s.a.w adalah hati yang suci dan nafsu mutmainnah. Al-fakir berkesimpulan dari teoritas genetika bahwa Rasul s.a.w memiliki gen sempurna 100%. Alfakir menyebutnya Superior-perfect Holy gene disingkat S-P-H Gene yang telah terhimpun didalam diri Nabi s.a.w.

Kita ketahui pula lingkungan dapat mempengaruhi dan meubah ekspresi genetika lewat penglihatan, pendengaran, makanan, minuman, dsb. Karena lingkungan dapat berpengaruh terhadap S-P-H gene maka sejak beliau s.a.w kecil Allah s.w.t memberikan pertolongan dan perlindungan diri beliau s.a.w sekaligus S-P-H gene beliau s.a.w menyebabkan beliau terhindar dari segala pengaruh menyembah berhala, maksiat dan berahklak buruk. Beliau sendiri pun menjaga S-P-H gene yang dianugerahkan Allah s.w.t kepada beliau s.a.w dengan jalan bertafakur melihat berbagai tanda kebesaran Allah s.w.t s.a.w, berkhalwat menyendiri digua hira menghindari segala pengaruh jelek penduduk makkah (yang nota bene bisa memutasikan gene pembawa sifat dan tabiat beliau s.a.w), shalat dan puasa. Yang pada akhirnya kemudian S-P-H Gene ini terpancar dari jiwa yang suci dan bercahaya Nabi s.a.w hingga pada akhirnya beliau s.a.w siap menerima wahyu suci dari Allah s.w.t saat berumur 40 tahun dan ditugaskan memikul tanggung jawab berat mengajak Umat memeluk agama Islam.

Hal inipun telah disampaikan Al-Habib AlQuthb Ali bin Muhammad Al-Habsy dalam untaian mutiara beliau yaitu simtot dhuror:

Sampai pada suatu hari
Ketika sedang mengembala domba
Datang kepadanya beberapa malaikat
Membawa penghormatan khusus baginya
Yang keberkahannya meliputi seluruh umat manusia.


Mereka membaringkannya dengan hati-hati
Lalu membelah dadanya dengan lemah-lembut
Dan mengeluarkan apa yang mereka keluarkan
Lalu menyimpan rahasia ilmu dan hikmah kedalamnya
"Tiada suatu kotoran menganggu
yang dikeluarkan malaikat dari hatinya
tapi mereka menambahkan kesucian di atas kesucian…"


Dalam pada itu
Beliau tetap dalam kekuatan dan ketabahan hati
Menyaksikan tanda-tanda kebesaran kuasa ilahi
Yang dialami dalam dirinya sendiri

(simtut dhuror hal 23 putera Riyadh)

Segi ilmiah kemungkinan yang para malaikat keluarkan dari dalam tubuh Rasul s.a.w bukanlah gen buruk / kotoran. tapi hanyalah secuil pengaruh-pengaruh lingkungan masa kanak-kanak yang ditempu beliau bersama keluarga dan lingkungannya hingga beliau s.a.w berbeda dengan anak-anak sebayanya. Perbedaannya yaitu dimana ketika saat umur tersebut anak-anak lain cendrung untuk bermain dan berkumpul serta berbagi keceriaan tapi beliau s.a.w saat kanak-kanak sering duduk diatas bukit untuk berfikir dan merenung tanda-tanda kebesaran Allah dilangit dan dibumi. "Tiada suatu kotoran menganggu yang dikeluarkan malaikat dari hatinya tapi merka menambahkan kesucian di atas kesucian…" menunjukkan bahwa memang dalam diri Rasul s.a.w sudah tidak ada gen buruk, tidak ada kecendrungan-kecendrungan dihati dan fikiran Rasul s.a.w untuk melakukan hal yang tidak baik, yang diibaratkan sebagai kotoran. Dikarenakan Allah s.w.t sejak awal menjaga genetika/cahaya dari sulbi kesulbi setiap Rasul dan Nabi hingga beliau s.a.w terlahir kedunia. Berbeda dengan manusia lain yang pada umumnya terlahir memiliki gen buruk apakah dominant maupun resesif oleh karena perilaku dan tingkah laku buruk para leluhur mereka yang masuk lewat penglihatan, pendengaran, makan dan minuman serta perilaku mereka dan terekam diotak, terakumulasi didalam gen mereka yang memiliki kemampuan menyimpan dan diwarisipada anak cucunya. Adalah sifat alamiah manusia biasa jika diberikan anugerah yang berlebihan maka mereka lupa daratan, berbangga diri dan merasa sombong namun berbeda dengan Rasul s.a.w, beliau tetap tawadhu dan rendah hati ketika menyadari bahwa didalam dirinya terdapat sebuah cahaya dan dirinya pilihan Allah s.w.t sebagaimana tersirat dari syair Dalam pada itu Beliau tetap dalam kekuatan dan ketabahan hati. Menyaksikan tanda-tanda kebesaran kuasa ilahi yang dialami dalam dirinya sendiri.

S-P-H Gene itulah yang disebut Allah s.w.t berupa cahaya yang diturunkan dari sulbi kesulbi, dari Nabi Adam hingga ke Abdullah berpindah rahim suci dari sitti Hawa hingga ke Aminah, bahkan Nabi dalam hadisnya mengatakan bahwa sejak dari Nabi Adam hingga ayahnya Abdullah tidak ada perzinahan melainkan pernikahan, tidak ada pengaruh makanan dan minuman haram yang dapat merusak gen berbeda dengan keturunan lain yang ada dimuka bumi. Imam Ali kw memiliki ekspresi gen yang mirip dengan Rasul s.a.w karena Abdullah dan Abuthalib saudara seibu berbeda dengan saudara lain yang berbeda ibu maka untuk mencari bibit unggul atau genetika yang mengekspresikan kemuliaan seperti diri beliau s.a.w maka Rasul s.a.w menikahkan Fatimah dengan Imam Ali kw agar ekspresi gen Imam Ali kw yang sama sumber dengan Rasul s.a.w akan menampilakan ekspresi gen unggul pada diri anak-anak Rasul yaitu Hasan dan Husain itu telah menjadi ketentuan Allah s.w.t. lalu apa makna dengan kemuliaan ini? Al-fakir berhipotesis bahwa rangkaian peta genom yang terdapat pada diri beliau s.a.w mirip dengan putri beliau, hal ini dijelaskan dalam berbagai hadis dimana ekspresif gen beliau dan puteri tercinta mirip. AlHakim meriwayatkan dengan sanad dari Anas bin Malik yang berkata bahwa suatu hari ia bertanya kepada ibunya tentang sifat Fatimah r.a. Ibunya menjawab: "Fatimah sangat mirip dengan ayahnya Rasulullah s.a.w. Warna kulitnya putih kemerah-merahan, Rambutnya hitam berikal.".

Dalam kitab Kasyful Ghummah, ummu salamah ra berkata bahwa fatimah adalah wanita yang paling mirip wajahnya dengan wajah ayahnya, Rasulullah s.aw. Aisyah juga berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang yang menyerupai Rasulullah s.a.w ketika ia berbicara lebih daripada Fatimah. apa arti dari pembahasan panjang lebar genetika secara umum maupun secara khusus yang berkaitan dengan Rasul s.a.w? Dengan ekspresi gen yang alfaqir maksudkan genetika yang mengandung asam amino yang bebas dari hal-hal tidak baik jika terekspresikan pada anak cucu beliau s.a.w, mereka mewarisi akal fikiran yang mudah menerima agama islam, memiliki hati dan ahklak baik. Lihatlah sejak dahulu hingga kini banyak para alim ulama dan waliullah dari keturunan Rasulullah s.a.w baik dari keturunan Hasani ataupun Husaini. Hal itu merupakan penampakan ekspresi gen dari Rasul s.a.w, dan ekspresi ini lebih cepat dibanding gen bukan dari Rasulullah s.a.w dalam memahami ilmu agama, ahklak mulia dll. Tapi wahai kaum sayyid dan syarifah kemuliaan genetika itu tidak menjadikan alat untuk berbangga hati dan berangan-angan tinggi apa lagi sampai menyombongkan dan salah mempergunakan untuk memperturutkan hawa nafsu. Karena kadar kemuliaan itu adalah hanya kendaraan dan sarana untuk bertakwa pada Allah s.w.t, Hubungan nasab tidak menyebabkan kaum sayyid dan syarifah bisa seenaknya bermaksiat dan dibiarkan serta tidak diazab oleh Allah s.w.t, Bahkan mereka diminta pertanggung jawaban yang lebih besar dari manusia lain yaitu amalan mereka sendiri dan tingkah laku dan sifat yang harus dijaga sebagai penghormatan kepada Rasul s.a.w. Ibarat dalam kondisi lalulintas perkotaan maka genetika sayyid syarifah laksana kendaraan yang mewah, besar, bensin terisi penuh dan berkecepatan yang laju untuk mencapai tujuan, sedangkan umat manusia lain pun memiliki genetika sebagai sarana untuk bertakwa bervariasi semisal ada yang pakai becak, sepeda, motor, mobil biasa, bahkan ada yang jalan kaki. Sedangkan AlQur'an dan Hadis dimisalkan peta dan kompas penunjuk jalan. Dari pemilik mobil mewah sampai pejalan kaki harus mematuhi peraturan lalu lintas, walaupun memiliki kendaraan mewah melanggar lalu lintas maka polisi yang bijak tetap akan menghukum tanpa membeda-bedakan kendaraan yang mereka pergunakan, jikalau Sayyid syarifah yang nota bene memiliki fasilitas dan sarana berupa genetika yang mamadai untuk bertakwa pada Allah s.w.t namun melanggar tetap akan diadili oleh Allah s.w.t yang Maha Adil. Jikalau sayyid syarifah yang memiliki kendaraan mewah dan cepat namun tidak tahu menyetir maka akan terjadi kecelakaan. Jika mereka tidak memahami arah tujuan yang dimaksud kompas dan peta maka mereka akan tersesat dijalan dan boleh jadi orang lain yang memiliki kendaraan minim namun memahami tujuan lewat peta dan kompas akan sampai ketempat tujuan.

Hal itu sebagai sesuatu yang diperumpamakan Sayyid syarifah hanya mengandalkan hubungan nasab/ genetika tanpa mempelajari AlQur'an dan Hadis maka mereka tersesat pula sekaligus mempermalukan Baginda Rasul s.a.w sebagai pembawa AlQur'an dan Hadis. Namun jika Sayyid-Syarifah yang telah memiliki kendaraan yang mewah, besar dan berkecepatan tinggi pintar mengemudi dan menguasai kompas dan peta maka mereka akan lebih cepat sampai kepada tujuannya dibandingkan setiap orang yang berusaha lebih keras dari mereka namun memiliki kendaraan terbatas. Selain itu mobil yang besar tersebut bisa mengantar orang lain yang tidak sampai ketujuan dikarenakan kendaraan mereka mogok, kecelakaan ataupun tersesat kehilangan kompas. Itulah tanggung jawab sayyid dan syarifah selain mereka memahami dan mengamalkan AlQur'an dan Hadis, merka juga harus berahklak seperti Rasul s.a.w dan menolong setiap orang untuk bersama-sama bertakwa kepada Allah s.w.t. Hadis Rasulullah s.a.w mengingatkan kerabat beliau s.a.w: Wahai Bani Hasyim: "Janganlah sampai orang lain menghadapku pada hari qiamat nanti dengan berbagai amal shalih, sedangkan kalian menghadapku hanya dengan membanggakan nasab. (Al Hadis) "Barang siapa yang bermalas-malasan amalnya, tidaklah tertolong atau dipercepat naik derajat karena mengandalkan keturunan". (Al Hadist) Diriwayatkan Sufyan Atsauri, beliau berkata : Bahwa Daud At Toi wafat Tahun 165 H, pernah mendatangi Al Imam Ja'afar shodiq, minta pendapat dan nasehatnya, padahal beliau adala seorang Imam Sufi ahli zuhud pada masanya. Daud berkata : Wahai anak rasul Sllah, wahai cucu Nabi, engkau adalah orang termulia, nasehatmu wajib menjadi pegangan kami, sampaikanlah nasehatmu kepada kami. Imam Ja'far Shodiq menjawab : Sungguh aku takut, datukku akan memegang tanganku di hari kiamat nanti dan berkata : mengapa engkau tidak mengikuti jejakku dengan sebaik-baiknya. Demikianlah jawaban beliau pada Daud At-Toi, padahal beliau tidak pernah meninggalkan jejak datuknya. Maka menangislah Daud dan berkata : Ya Allah, Ya Tuhanku jika demikian sifat orang yang berketurunan Nabi, berahklak dan berbudi datuknya, dari Fatimah Zahra, dalam kebingungan, kuatir tidak atau belum sempurna mengikuti jejak Nabi, bagaimana aku, Daud ini bukan keturunan Nabi?" Nasehat Habib Umar Hafidz dimasjid Riyadh solo Haul '98 Putera Riyadi "Janganlah kalian menyia-nyiakan kegiatan yang paling mulia. Kemuliaan kalian terletak pada ilmu yaitu menuntu ilmu dan mengamalkannya. Kalian memiliki 4 atau 5 anak sedangkan kalian kecintaan, cucu atau keturunan salaf, namun tak satupun dari anak-anak itu yang kalian perintahkan untuk mempelajari ilmu nabi kalian: Ilmu Syariat!? Demi Allah, syariat nabi telah tersebar luas, namun kalian tertidur.

Orang lain datang mendahului kalian, merebut keutamaan dan menyenangkan hati Nabi Muhammad s.a.w, sedang kalian hanya memikirkan makan, minum, permadani dan perabotan rumah tangga. Kalian rela melihat orang lain merebuit kursi pewarisan kekhalifaan dan kedekatan dengan Nabi Muhammad s.a.w Ya khasratah alangkah ruginya jika keturunan rasul didahului orang lain! Alangkah ruginya jika keistimewaan itu direnggut mereka.". Dalam hadis Aisyah r.a melihat Rasul s.a.w shalat dengan tekun dan khusuk hingga menangis, kedua kaki beliau bengkak, maka Aisyah bertanya : "Mengapa engkau menangis dan beribadah begitu lama ya Rasul s.a.w sedang Allah telah menghapus dosamu dimasa lalu dan akan datang serta menjaminmu dengan surgaNYA?. Rasul menjawab: "Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur kepada-NYA?" (AlHadis). Jadi karunia Allah s.w.t ini berupa cahaya dari Rasul s.a.w atau genetika Rasul s.a.w, untuk keturunannya bukan untuk dibanggakan ataupun digunakan pada hal-hal yang tidak baik tetapi itu adalah amanah bagi para keturunan cucu Rasul s.a.w untuk menjaga agama Kakeknya sekaligus berteladan, mengikuti ahklak Nabi saaw, juga untuk dilestarikan agar lahir dari anak-anak cucu beliau bibit unggul yang mudah memahami dan menjaga agama Islam. Sesuai Hadis Rasulullah s.a.w:

1. Diriwayatkan oleh Muslim dan tirmidzi bahwasanya Rasul s.a.w telah bersabda:

"Sesungguhnya aku meninggalkan bagi kamu dua buah benda peninggalan yang berat kadarnya, pada lain riwayat, sesungguhnya aku meninggalkan bagi kamu dua peninggalan yang jika kamu berpegang padanya tidak akan kamu sesat sepeninggalku. Salah satunya lebih besar dari yang kedua, yaitu kitab Allah azza wajalla seumpama tali penghubung yang kokoh terentang dari langit sampai kebumi dan keluargaku ahlil baiku, keduanya tidak akan terpisah satu dengan yang lain hingga bertemu denganku diakhirat ditelaga Haudh/kautsar maka perhatikanlah kamu bagaimana kamu sepeninggalku memperlakukan keduanya".
Ada satu hal yang menarik yang dapat kita simpulkan makna manfaat keberadaan anak cucu Rasul s.a.w bahwa salah satu manfaat anak cucu beliau saaw yaitu merekalah merupakan bukti otentik bagi seluruh manusia yang memiliki berbeda agama maupun yang tidak mengenal Tuhan bahwa dahulu ada seorang Rasul saaw yang membawa dienul Islam, diutus oleh Allah SWT. Sudah menjadi ilmu Allah s.w.t yang tidak diketahui manusia mengapa Nabi isa lahir tanpa ayah? tapi kita dapat mengambil hikmah yang besar dari hal ini, Allah s.w.t lakukan itu tidak lain kecuali untuk menguji tauhid kaum saat itu, menunjukan kebesaran Allah s.w.t bahwa bukan hanya didasari oleh logika semata atau sunnatullaH saja dipakai dalam memahami sesuatu (zaman Nabi Isa telah berkembang ilmu yang mengacu tentang logika terutama ilmu kedokteran itu sendiri, oleh karena itu Nabi Isa diberi berbagai mu'zizat tentang masalah kedokteran baik masalah pengobatan penyakit maupun menghidupkan orang mati). Mengapa Rasul s.a.w ditakdirkan memiliki keturunan dari Fatimah bukan anak laki-laki? Coba bayangkan sedangkan hanya lewat Fatimah, anak cucu Rasulullah saaw mengekspresikan gen Rasul s.a.w sangat baik menjadi alim, faqih ulama maupun waliullah baik dari Hasani maupun Husaini terutama bani Alawiyyin, (genetika salah satu faktor selain pendidikan dan pembinaan dari ilmu Agama, keluarga yang sholeh dan lingkungan yang baik). bagaimanakah lagi jika Allah s.w.t menjadikan anak cucu Rasulullah dari anak laki-laki dikhawatirkan banyak umat islam yang sesat kemudian hari, ditakutkan mereka menganggap ada Nabi sesudah Rasulullah s.a.w karena ekspresi genetika mulia berupa cahaya sangat dahsyat, jika kalau Allah s.w.t dahulu menghendaki ada Nabi sesudah Rasulullah saaw niscaya anak laki-laki Rasul s.a.w yang menjadi Nabi ada hadisnya (Nabi melihat Ibrahim yang telah sakratul maut berkata "Allah s.w.t tidaklah memanggilmu melainkan karena tidak ada Nabi sesudahku jika ada maka engkaulah Nabi berikutnya) Ketentuan Allah s.w.t telah berlaku sesuai kehendaknya tidak ada Rasul sesudah Nabi saaw, tidak ada ekspresi genetika atau cahaya sebaik cahaya Rasul s.a.w. Para Nabi bani Israil terputus kenabian oleh Allah s.w.t karena Nabi Isa as diangkat ke sorga hingga tidak ada lagi ekspresi genetika yang mulia dapat menjalankan tugas keRasulan. bukankah para nabi itu diwarisi secara genetika dari aba ke anaknya dari anak ibrahim ke ishak ke yakub terus hingga kenabi lain kecuali Nabi isa as. Nabi isa pun memiliki ekspresi gen dari ibunya dari keluarganya imran ahli ibadah. maka seminimal mungkin Rasul s.a.w menikahkan Imam Ali kw dengan Fatimah melainkan mengharapkan ekspresi gen mulia dari anak cucunya hingga mampu menjaga dan mengamalkan Al-Qur'an serta menunjuki kaum muslimin lain.

Itulah makna segi kedokteran. Hadis Rasul s.a.w sahih muslim "jagalah Al-Qur'an dan itrah Ahlul bayt hingga mereka kembali ketelaga haudh dihari akhirat". Bisa ditarik hipotesa dari hadis itu segi kedokteran yaitu jagalah kelestarian anak-cucuku, jagalah genetikaku yang kuturunkan pada anak cucuku hingga akhir zaman. Anak cucu Rasul s.a.w walau pun tidak sama segi genetika dengan Rasul s.a.w, minimal mengekspresikan genetika baik Rasul s.a.w dalam menjaga Al-Qur'an (Imamul Ahlul bayt min si'yah wal Alawiyyin). Ketentuan non alamiah hanya berlaku bagi Maryam yang melahirkan Nabi isa as dan Fatimah azzahra sedangkan anak cucu beliau ra para syarifah tidak demikian anak-anak mereka mengikuti suaminya dalam penasaban. Bagi wanita selain mereka (Sitti Maryam dan Fatimah Azzahra) berlaku ketentuan alamiah, coba renungkan biji jeruk Cina jika ditanam di Bali atau di samping rumahmu akan tumbuh jeruk Cina bukan jeruk Bali atau jeruk lain. sedangkan jeruk bali walaupun ditanam di Cina ataupun di Eropa tidak akan berubah tetap menjadi jeruk Bali, Itulah perumpamaan ekspresi genetika dalam Al-Qur'an. Allah s.w.t memperumpamakan wanita adalah ladang sedang pria yang bercocok tanam, jika sayyid menikah non syarifah maka anaknya sayyid karena mempunyai gen xy dan gen y nya (gen holandrik) yang berekspresi pada anaknya. Jika sayrifah; gen xx menikah non sayyid maka anak-anaknya membawa keturunan dari gen y non sayyid hing ga nasab kemuliaan yang diberikan Allah s.w.t terputus. "Katakanlah :"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuaali kasih saying kepada Al-Qubra" (Ahlul Bayt)(QS 42:23). Hadis ayat ini, Ketika ayat Al-mawaddah (QS 42:23) turun, para sahabat Nabi bertanya: Wahai Rasul, siapakah keluargamu yang wajib atas kita untuk mencintainya? Nabi menjawab: Ali, Fatimah daan kedua puteranya (Hadis Riwayat oleh Ahmad Al-Thabarany, Al-Hakim, Ibnu Hatim, Ibnu Murwadawih, Ibnu Al-Mundzir dan AT-Thabary). Sungguh mengherankan dan menggelikan umat pada zaman sekarang, Pemerintah saat ini melakukan penelitian rekayasa genetika terhadap bidang perternakan, pertanian, perkebunan secara umum.

Di bidang perternakan mereka kini lagi melakukan persilangan antara sapi bali dengan sapi Brahman, diharapkan lahir sapi-sapi dengan kualitas yang baik, memiliki susu yang bermutu tinggi dan tenaga kerja yang baik. Dibidang pertanian terutama padi, pemerintah melakukan peneliatn terhadap persilangan padi lokal dan padi hybrid agar produktifitas tinggi, umur pendek dan tahan terhadap hama penyakit. mereka dengan teknologi mutakhir berusaha mencari bibit unggul. Kebanyakan umat islam sungguh memalukan dihadapan Allah s.w.t dan Rasul s.a.w mengapa memalukan?karena Allah s.w.t telah menganugerahkan secara langsung manusia-manusia unggul yaitu anak cucu rasul s.a.w untuk menjaga agama islam, bukannya kebanyakan umat islam mensyukuri keberadaan anak cucu rasul s.a.w malah mereka memutuskan jalur genetika lewat pernikahan sayyid dan non syarifah maupun sebaliknya. Seakan-akan martabat Rasul s.a.w dan anak cucu beliau s.a.w lebih rendah dan tidak bermanfaat dibanding bibit-bibit unggul dari perternakan dan pertanian. Mereka biarkan kepunahan anak cucu Rasul s.a.w oleh akibat ulah pernikahan tidak sekaffah disisi lain mereka berbangga dengan produk pertanian dan perternakan bibit unggul. Padahal telah diriwayatkan berbagai hadis masyhur bahwa keberadaan ithrah rasul s.a.w itu tidak lain bukan menguntungkan rasul s.a.w dan anak cucu beliau tapi keuntungan umat islam. Dimana anak cucu rasul s.a.w itu diberi beban yang berat untuk menjaga agama Islam dan kaum muslimin secara keseluruhan. Salah satu kewajiban para muslim untuk mencintai para kaum Ahlul bayt bukanlah menikahi para syarifah karena dengan menikahi mereka berarti memutuskan hubungan genetika antara Anak cucu syarifah dengan Rasul saaw. Berdosanya syarifah dalam menikah dengan non sayyid bukan segi pernikahan karena jika rukun nikah terlaksana maka nikah tetap syah tapi segi menolak karunia Allah s.w.t berupa kemuliaan yang diberikan Allah s.w.t berupa gen yang mulia dan mudah menyerap agama Islam. Allah s.w.t menakdirkan sebagai seorang yang memiliki gen sama dengan Rasul s.a.w, darah yang mengalir sama juga apakah orang tersebut mensyukurinya dengan menjaga gen (menikahi sayyid agar genetika Rasul s.a.w tidak terputus) atau menolak rahmat karunia Allah s.w.t yaitu menghilangkan gen Rasul s.a.w (menikahi non sayyid).

Jadi menikahi non sayyid sama halnya (Karena Gen penentu nasab sekaligus lebih dominant mewarisi perilaku dan tabiat adalah Gen Holandrik yang hanya dimiliki oleh pria) menolak mendapat anak-anak dan cucu keturunan yang mulia. Hal ini dibolehkan jika darurah dan timbul fitnah, namun apakah hanya mementingkan nafsu syahwat terhadap non sayyid maka kita seenaknya membuat keadaan darurah hingga dapat menikahinya dengan berdua-duaan, pacaran dan aktivitas yang dimurkai Allah s.w.t, tidak alfaqir yakin kaum syarifah jauh dari hal itu karena masih mencintai dan memelihara keturunan Rasul s.a.w. Jika membaca sejarah dari yang lampau hingga saat ini maka kemuliaan Rasulullah saaw lebih banyak pada cucu Rasul s.a.w khusus bani alawiyyin mengapa demikian? karena nenek moyang kita Imam Ahmad bin Isa Almuhajir sangat hati-hati dalam hal kaffaah beliau mengadakan pernikahan anaknya dan anak cucu keturunan antara keluarga besar Rasul s.a.w tidak menikahk ananaknya terutama syarifah dengan non sayyid lihatlah Imam Muhammad faqih muqaddam rhm, Imam Abdurahman assegaf faqih asstani rhm, Imam Ahmad asyahid rhm, Imam Umar almuhdar rhm, Imam Abubakar assakran rhm, Imam Abubakar Alaydrus rhm, Imam Abdurahman alattas rhm sesepuh dan imam kita semua itu merupakan ekspresi gen Rasul s.a.w yang terpatri dalam jiwa mereka. Hingga sekarang kaum sayyid Bani Alawiy masih tetap memiliki sifat rendah hati dan tidak menyukai popularitas. Sebagaimana kita saksikan, dan disaksikan juga oleh semua orang yang mengenal mereka dibelahan bumi barat dan timur,mereka masih tetap menegakkan dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh para sesepuh mereka masih terdapat wilayah kubra (unsur kewalian besar) dan rahasia peninggalan (waratsah) Rasulullah saw. Hal ini dinyatakan oleh Imam Al-Haddad pada saat beliau berkata,"Zaman tidak akan kosong dari orang-orang utama (afdhail) Al Ba Alawiy hingga saat keluarnya Al-Mahdiy."Dikatakan juga bahwa beliau mengharap yang menjadi Al-Mahdiy yang dinanti-nantikan itu seorang dari mereka(hal 58 pembaru abad 17 Al Imam Habib Abdullah Al Haddad oleh m h alhamid alhusainiy) berbeda dengan keturunan Rasul s.a.w yang berada selain alawiyyin (tidak semua juga demikian) mereka menikahkan anak-anak mereka dengan yang lain hingga ekspresi gen lambat laun hilang lihatlah kaum keturunan anak cucu rasul s.a.w yang berada diIran mereka mendapati imam-imam mereka sangat sedikit Imam Ali Ar Ridha, Muhammad Al Jawad, Imam Ali Hadi, dan Hasan Al-askari karena ekspresi gen Rasulullah s.a.w pun sedikit banyak tercampur kaum disana hingga kemulian yang seharusnya muncul dihati mereka hilang seiring terputusnya eskpresi gen Rasul s.a.w (karena menurut faham manhaj mereka sendiri manhaj Imamiyah Imam Muhammad Almahdi gaib kubra, hingga terputus nasab beliau). Begitulah yang terjadi dewasa ini dimana ada kaum yang membolehkan pernikahan antara kaum syarifah dan non sayyid akan mendapati sedikitnya para alim Ulama sebaliknya. Itulah hikmah yang besar, jadi syarifah dengan menikah dengan sayyid maka ia secara tidak langsung menolong kelestarian gen Rasul s.a.w yang jika ditempa dengan ilmu agama dan amalan sholehah sangat mungkin anak cucu para syarifah menjadi waliullah yang besar.

Memang banyak diluar cucu Rasul s.a.w alim ulama tapi mereka sangat sedikit dan itupun karena mereka belajar pada nenek moyang kita Para Leluhur Ahlul Bayt (pusat Ilmu masa sebelum keempat Imam Ahlu Sunnah yaitu Imam Ja'far Asshadiq). Hadis Rasul yang masyhur, Rasul bersabda: Aku kota Ilmu dan Ali pintunya barang siapa ingin memasuki kota ilmu maka ia harus melewati pintunya"(Al Hadis) . Semua pelarangan ada hikmah dan berita yang dahsyat jangan kaum syarifah merasa dilarang ini itu karena mereka menyiksa dan membebani kaum syarifah dengan larangan. Bahkan kecintaan dan rasa sayang yang mendalam pada syarifah mendorong mereka melarang menikahi non sayyid, apakah syarifah tidak merasa bahwa lahirnya bayi yang membawa gen Rasul s.a.w dirahim syarifah itu suatu kemuliaan dan rahmat Allah s.w.t?, mereka yang melarang syarifah karena sayang dan memuliakan syarifah agar dapat mendapat kemuliaan dan kebahagiaan dari nabi saaw dengan melahirkan anak cucu Rasul s.a.w dari rahim suci syarifah. Adapun mereka yang mendorong dan memperbolehkan kaum syarifah menikah tidak lain karena mereka tidak tahu manfaat dari kelestarian anak cucu Rasul s.a.w atau mereka iri dan ingin menghilangkan kemuliaan yang Allah s.w.t berikan padamu dengan memutuskan genetika kamu dengan anakmu dari genetika cahaya Rasul s.a.w. Ibarat dokter yang ingin pasien sembuh diberikan obat pahit, pasien tidak tahu khasiat obat dia menghindari obat karena rasa pahit,dia tidak menyadari khasiatnya. Jadi walau syarifah merasa dengan membatasi kaum syarifah dalam pernikahan hanya dengan sayyid adalah kepahitan, beban, menindas hak wanita dalam menikah maka. lihat makna dan khasiatnya insya Allah s.w.t syarifah faham dan tulus ikhlas menerima Kemuliaan dari Allah s.w.t Adapun masa lampau mengenai banyak syarifah yang nikah dengan non sayyid, kita tidak boleh mengambil kesimpulan seketika terhadap hal-hal yang telah lampau ada baiknya kita berbaik sangka pada umat lampau mungkin mereka tidak tahu manfaat dari kelestarian gen Rasulullah saaw, atau darurah karena tidak ada sayyid disisi mereka. Masalah perawan tua itu yang sebagaian orang ceritakan, jangan risaukan masalah pernikahan harus ada yang syarat, rukun dan kaffaah dan jika mereka menahan diri untuk tidak menikah dikarenakan mereka ingin mendapatkan kemuliaan dengan melahirkan dari rahim mereka anak cucu Rasul saaw selain itu bukankah pernikahan wadah mencari keturunan yang sholeh?dan mereka berbuat demikian karena mereka menjaga kemuliaan nasab Rasul s.a.w, mereka tidak berdosa banyak, perawan tua solehah tidak menikah karena cintanya pada Allah s.w.t, ditakutkan mereka nikah dengan non sayyid yang kemungkinan mudharatnya lebih banyak misal tidak tahu asal usul genetikanya dan di takutkan memutuskan ekspresi gen Rasul s.a.w ekspresi yang baik dapat menjadikan anak-anak itu lebih baik dalam memahami agama, menerima dengan mudah di banding ekspresi gen lain. Berbaik sangkalah pada mereka (kaum syarifah yang tidak menikah sampai akhir hayatnya) karena di situlah terletak sirr.

Alfakir telah ketahui bahwa ikhtilaf akan tetap ada hingga akhir zaman bukan hanya segi kaffah tetapi juga segi syari'i yang lain seperti yang terjadi pada ilmu furu Aqidah, Ilmu furu Fikih, Hukum dll, dan hal ini bukan terjadi saat sekarang tapi dahulu. Cukup ilmu dari Allah s.w.t yg diiringi berbaik sangka pada Imam-Imam terdahulu dalam menyikapi perbedaan mengenai hal ini, yang paling bijak dan baik jika kita saling menghargai, menghormai dan mengambil pendapat yg rojih (kuat), bermanfaat dan jauh dari kemudharatan atau minimal sedikit dari perbedaan pendapat yang terjadi pada Kalangan Ulama. Dalam menyikapi sesuatu hal kita kaum khalaf perlu banyak baca dan membaca termasuk diri alfaqir sendiri, mengenai buku-buku peninggalan para salaf, kita sendiri kurang adil dan baik jika mengambil kesimpulan atau memutuskan suatu hal hanya dari segi satu atau beberapa buku saja dengan terlalu cepat. Masih banyak kaidah-kaidah yang perlu kita perhatikan masih banyak buku-buku lain yang perlu dipertimbangkan dan alangkah baik kita bersangka baik terhadap Imam-Imam yang berikhtilaf seraya mengembalikan pada Allah s.w.t dan Rasul saaw. Kitapun harus melihat bahwa kadar ilmu pada seseorang yang Allah s.w.t berikan masing-masing ditentukan disisi Allah s.w.t baik para Imam-Imam, penulis atau lain. kitapun masih harus melihat kondisi, situasi, keadaan yang mendorong mereka para Imam mengeluarkan fatwa yang berbeda seperti halnya pada pertengahan buku derita-derita putri Nabi karya M Hasyim Assegaf. Beliau sendiri merinci dan merangkum dipertengahan buku tentang pandangan pendapat dari berbagai mazhab baik imam Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali maupun mazhab imamiyah dan zaidiyah. sebagian besar mengeluarkan fatwa untuk melarang hanya dua mazhab imam yang membolehkan Mazhab Imam maliki dan Mazhab imamiyah.

Kita berbaik sangka pada Imam-Imam mungkin saja bagi yang mengeluarkan fatwa melarang mereka sangat menghormati dan memelihara nasab nabi serta melestarikannya dan mereka Imam rahimullah itu mengetahui manfaat yg begitu besar dalam hal yaitu bukti otentik agama islam, Rasul saaw yaitu nabi Muhammad bin Abdullah saaw adalah AlQuran dan sunnah serta bukti kuat yang hidup berbicara dan yang paling pantas meneladani nabi keturunan ahlul bayt itu sendiri. Karena selain alquran dan sunnah bukti yang cukup untuk membantah kaum ingkar tentang agama islam adalah adanya keturunan Rasul saaw itu sendiri dimuka bumi. selain itu mereka melihat Rasul saaw berpesan mengenai ahlul bayt dengan keturunannya pada kaum muslim dalam hadis tsaqalain, hadis safiqah nuh yg sahih bahwa kaum muslim menjaga Alquran dan Ahlul bayt keduanya tidak terpisah hingga ditelaga haud kelak. Alquran berarti mengamalkan isinya dan ikuti sunnah Rasul saaw sedang bagaimana dengan Ahlul bayt? Alquran sendiri terdapat surah assyura 23 (42:23) bahwa Allah s.w.t berfiman pada Nabi Muhammad agar berseru pada kaum muslimin bahwa beliau tidak meminta upah atas seruan dakwah kecuali kasih sayang dan kecintaanpada keluarga beliau (alqubra). Kita penuhi hak keturunan ahlul bayt khususnya Ahlul Bayt Al-Kissa anak cucu Rasul saaw sepeninggal Rasul saaw dengan mengikuti tariqah mereka karena merekalah yg paling tahu nabi sendiri dibanding yang lain. sebagaimana antum lebih dikenal oleh saudara antum atau anak-anak antum atau keluarga antum dibanding teman antum sekeliling bukankah begitu? Kita juga memelihara dan menghormati janji Allah s.w.t pada Nabi pada surah Alkautsar, mungkin kita semua telah ketahu semua, sebagian ulama meriwayatkan asbabul nuzul alkautsar bahwa banyak tokoh quarys mencemohkan dan menertawakan Nabi karena ketika itu anak laki nabi meninggal, dan menganggap nabi tidak punya keturunan, hingga turun surah itu artinya ayat terakhir mengatakan "bukan engkau tapi melainkan mereka yang terputus". bagaimana mungkin telah Allah s.w.t menjanjikan Rasul saaw dengan keturunan, sedang kaum muslim tega dan berani menyalahi janji itu dengan mencoba memutuskan keturunan Nabi dengan menikahkan syarifah dengan non sayyid (padahal pernikahan sayyid-syarifah membawa manfaat segi genetika dan kedokteran). Jangankan segi syari'i segi ahklak dan etika saja sangat tidak baik kita lakukan itu pada Rasul saaw, lihatlah pembahasan Habib Isa Firdaus tentang Ahklak dn etika Imam Syafi'I terhadap anak-cucu Rasul saaw yang menolak keinginan seorang syarifah menikah dengannya.

Kemudian pasti ada sebagian yang bertanya tentang Imam-Imam termasuk penulis (Derita putri Nabi) sendiri yang membolehkan pernikahan antara syarifah dan non sayyid. kita berbaik sangka pada mereka dan itu sebaik-baik kita menghormati yang lain mereka menfatwakan demikian karena takut timbul mudharat dari pernikahan itu mereka takut timbul status sosial dimasyarakat secara duniwai, yang menyebabkan sebagian kaum keturunan Rasul saaw membanggakan diri, menonjolkan diri bahkan melecehkan kaum muslim lain dan tidak mengikuti tariqah para sesepuhnya yang bersambung pada Rasul saaw dari generasi ke generasi hingga membolehkan. Penulis (Derita putri Nabi) pun mungkin berpikiran demikian karena kenyataan yang mungkin dihadapi atau lihat bahwa banyak para sadaah mulai menyimpang dan secara ekstrem mempertahankan hukum kaffaah sampai tidak melihat situasi dan kondisi tertentu atau hal darurah yg diperbolehkan. Bagaimana ketidakadilan yang sangat banyak terutama pada para sayyid yg boleh menikah non-itrah ahlul bayt sedangkan syarifah dilarang keras.

Alangkah baiknya para syarifah menghindari hal-hal yang menimbulkan fitnah, dan masaalah ini diserahkan pada para Habib-habib, wali dan alim ulama yang mengerti betul tentang ini. Adapun para sayyid termasuk memiliki tanggung jawab terhadap kafa'ah bagi seorang syarifah, menjaga dan membantu para syarifah agar tetap dapat menjalin nasab dengan Rasul s.a.w. Jangan sampai kaum syarifah terseret pada faham-faham yang membingungkan sehingga menyebabkan keluar dari manhaj dan tariqah kaum alawiyyn namun kita juga tetap berbaik sangka pada orang-orang yang kurang mengerti masalah kaffah ini. Barangkali hanya itulah yang alfaqir sampaikan mungkin ada manfaatnya keterangan ini cukup diyakini dihati tidak perlu memperdebatkan lagi karena orang-orang yang suka berbantah-bantahan akan keras hatinya. maqam kaum wahai para syarifah saat ini untuk kamu syukuri pada Allah s.w.t berteladanlah pada leluhur kita, shalaful sholeh dari anak cucu Rasul s.a.w yang terdahulu,karena terbukti para imam-imam kita selalu bertemu dengan Rasul s.a.w baik dimimpi maupun secara sadar. Misalnya Imam Muhammad faqih muqaddam, Imam Alwi Algayyur, Imam Abdurahman Assegaf, Imam Ahmad as-syahid, Kita berbaik sangka pada Imam-Imam mungkin saja bagi yang mengeluarkan fatwa melarang mereka sangat menghormati dan memelihara nasab nabi serta melestarikannya dan mereka Imam rahimullah itu mengetahui manfaat yg begitu besar dalam hal yaitu bukti otentik agama islam, Rasul saaw yaitu nabi Muhammad bin Abdullah saaw adalah AlQuran dan sunnah serta bukti kuat yang hidup berbicara dan yang paling pantas meneladani nabi keturunan ahlul bayt itu sendiri. Karena selain alquran dan sunnah bukti yang cukup untuk membantah kaum ingkar tentang agama islam adalah adanya keturunan Rasul saaw itu sendiri dimuka bumi. selain itu mereka melihat Rasul saaw berpesan mengenai ahlul bayt dengan keturunannya pada kaum muslim dalam hadis tsaqalain, hadis safiqah nuh yg sahih bahwa kaum muslim menjaga Alquran dan Ahlul bayt keduanya tidak terpisah hingga ditelaga haud kelak. Alquran berarti mengamalkan isinya dan ikuti sunnah Rasul saaw sedang bagaimana dengan Ahlul bayt? Alquran sendiri terdapat surah assyura 23 (42:23) bahwa Allah s.w.t berfiman pada Nabi Muhammad agar berseru pada kaum muslimin bahwa beliau tidak meminta upah atas seruan dakwah kecuali kasih sayang dan kecintaanpada keluarga beliau (alqubra). Kita penuhi hak keturunan ahlul bayt khususnya Ahlul Bayt Al-Kissa anak cucu Rasul saaw sepeninggal Rasul saaw dengan mengikuti tariqah mereka karena merekalah yg paling tahu nabi sendiri dibanding yang lain. sebagaimana antum lebih dikenal oleh saudara antum atau anak-anak antum atau keluarga antum dibanding teman antum sekeliling bukankah begitu? Kita juga memelihara dan menghormati janji Allah s.w.t pada Nabi pada surah Alkautsar, mungkin kita semua telah ketahu semua, sebagian ulama meriwayatkan asbabul nuzul alkautsar bahwa banyak tokoh quarys mencemohkan dan menertawakan Nabi karena ketika itu anak laki nabi meninggal, dan menganggap nabi tidak punya keturunan, hingga turun surah itu artinya ayat terakhir mengatakan "bukan engkau tapi melainkan mereka yang terputus". bagaimana mungkin telah Allah s.w.t menjanjikan Rasul s.a.w dengan keturunan, sedang kaum muslim tega dan berani menyalahi janji itu dengan mencoba memutuskan keturunan Nabi dengan menikahkan syarifah dengan non sayyid (padahal pernikahan sayyid-syarifah membawa manfaat segi genetika dan kedokteran). Jangankan segi syari'i segi ahklak dan etika saja sangat tidak baik kita lakukan itu pada Rasul saaw, lihatlah pembahasan Habib Isa Firdaus tentang Ahklak dn etika Imam Syafi'i terhadap anak-cucu Rasul saaw yang menolak keinginan seorang syarifah menikah dengannya.

Kemudian ada pula sebagian yang bertanya tentang Imam-Imam termasuk penulis buku Derita putri Nabi sendiri mengapa mereka membolehkan pernikahan antara syarifah dan non sayyid. kita berbaik sangka pada mereka dan itu sebaik-baik kita menghormati yang ulama lain, mereka menfatwakan demikian karena takut timbul mudharat dari pernikahan itu mereka takut timbul status sosial dimasyarakat secara duniwai, yang menyebabkan sebagian kaum keturunan Rasul saaw membanggakan diri, menonjolkan diri bahkan melecehkan kaum muslim lain dan tidak mengikuti tariqah para sesepuhnya yang bersambung pada Rasul saaw dari generasi ke generasi hingga membolehkan. Penulis (Derita putri Nabi) pun mungkin berpikiran demikian karena kenyataan yang mungkin dihadapi atau lihat bahwa banyak para sadaah mulai menyimpang dan secara ekstrem mempertahankan hukum kaffaah sampai tidak melihat situasi dan kondisi tertentu atau hal darurah yang diperbolehkan. Bagaimana ketidakadilan yang sangat banyak terutama pada para sayyid yang boleh menikah non-itrah ahlul bayt sedangkan syarifah dilarang keras. Imam Abubakar assakran, Imam Abdullah Alaydrus dan anaknya. Mereka selalu berjumpa dengan Rasul s.a.w dan sangat dekat dengan beliau dimasanya dibandingkan ulama-ulama saat itu pula dan jika kalau pernikahan sayyid dan syarifah adalah bi'dah dhalalah, tidak syari'i dan bermanfaat niscaya Rasul s.a.w datang pada mereka dan menegur mereka ataupun menegur Imam sesudah mereka seperti Habib Addullah Alhaddad, Habib Ali Muhammad Alhabsy dll. Berpegang teguhlah pada Al Qur'an, Sunnah Nabi saaw dan Imamul Ahlul bayt shalaf wal khalaf min hadramy. Akhir dari pembahasan ini maka diharapkan para cucu Rasul s.a.w mengikuti langkah rasul s.a.w dalam menjaga keturunan beliau s.a.w,. masalah pernikahan anak cucu beliau s.a.w. Bersyukur namun tawadhu serta rendah hati ketika mengetahui kemuliaan yang diberikan Allah pada kita tanpa diminta dengan jalan mengikuti Tariqah leluhur kita para Imam dan Auliyah dalam meneladani Nabi. Genetika yang suci dan baik didalam darah anak cucu Rasul s.a.w harus dijaga dengan mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA, karena kita ketahui perubahan struktur genetika yang telah ada bisa terjadi dengan paparan lingkungan yang hebat dan intensitas tinggi dan lama melalui panca Indra dan terekam dalam Otak tercatat dihati kita. Jika kita selalu melakukan hal-hal yang baik akan dan menjauhi hal yang buruk maka genetika kita terjaga sebaliknya jika kita bermaksiat makan dan minum yang haram, melakukan perilaku yang tidak baik seperti berjudi, berzina maka panca indera akan merekam kedalam otak selanjutnya mempengaruhi struktur kromosom, DNA dan Genetika kita kearah yang lebih buruk. Pengaruh makanan dan minuman yang haram lagi buruk merusak komposisi struktur asam amino, protein yang terkecil yang tersimpan dalam lokus-lokus Gen dan DNA, hingga dikemudiaan hari genetika lewat sel-sel mempengaruhi komposisi metabolisme tubuh kita untuk lebih ringan berbuat maksuiat dan berat untuk taat pada Allah. Sudah seharusnya kita lebih bersungguh-sungguh dan berusaha keras mendekatkan diri pada Allah sebagaimana yang Rasul s.a.w lakukan karena mendapat kemuliaan dari Allah bukannya malah menyombongkan dan berbangga diri serta merendahkan mahkluk Allah yang lain. Wabillahi taufik wal hidayah. Wassalamualaikum wr wb. Wallah Ua'lam bi shawab

Rujukan:

Al Qur'an
Kitab Hadis sahih muslim
Musnad Ahmad bin Hambal
Simtut dhuror AlHabib AlImam Allamah Ali bin Muhammad AlHabsy
Tafsir Nur Tsaqalain, S Ali Umar Alhabsy
Fatimah azzahra, H M H AlHamidi alHusaini
Fatimah az-zahra Umu Abiha, Dr Taufik Abu Alam, pustaka pelita
Tuntunan Tanggung jawab terhadap Ahlul bayt dan kafa'ahnya, S Umar Muhdor Syahab
Mengapa kita mesti mencintai Keluarga Nabi saw, S Muhammad kadzim Muhammad jawad
Biografi dan arti gelar leluhur Alawiyyin, S Muhammad Hasan aided
Proses kelahiran prespektif Alquran dan Hadist segi kedokteran, dr S Ali Muhammad al-barr
Keagungan Nur Muhammad s.a.w, Ust MA. Asyahrie
Ulama Hadramaut Putera Riyadh
Wasoya Al Itrah An Nabawiyah, Ali Ahmad Asseggaf
Biologi kedokteran dasar III: teori Genetika Kedokteran, J.G Nelwan.
A. Nasehat AlHabib Imam Dai'ilallah Umar Muhammad bin Hadidz

Ambillah syairku semoga hidupkan hati yang mati. Taubatlah pada Allah s.w.t sungguh beruntung mereka yang bertaubat. Semoga Allah s.w.t T bersihkan hati dari 'segala kotoran. Keutamaan dan kebaikan-Nya, ampuni 'segala dosa Keutamaan-Nya hilangkan 'segala bencana. Wahai saudaraku yang teguh, angin tlah berhembus ke arah kita. Siapa hirup udaranya, gembira dengan keharumanny. Allah s.w.t telah memberi, lupakan 'segala kegundahan dan kekacauan.. Sirami pohon kurmamu, yang 'telah aliri cabang. Pemberian-Nya luas dan Dialah pelepas 'segala ikatan Wahai saudaraku, Allah s.w.t 'telah tundukkan 'untuk kami 'sgala kesusahan Ini karunia Allah s.w.t tanpa pencarian dan usaha kita. Sungguh ketetapan dan kejadian kembali pada-nya Syukurlah pada Allah s.w.t perhatikan dan bersungguhlah dalam meminta. Duhai, Tuhan 'sgalanya tetapkan 'selalu kemurnian atas kami Sempurnakan nikmat-Mu 'tuk kami dan angkatlah 'segala kekacauan. Perbaikilah maksud, niat dan setiap hati. Jadikan sahabatku bersamaku pada golongan yang terbaik, Pada pintu Thaha kecintaan-Mu sebaik-baik pintu Ialah mentariku yang tak 'akan terbenam 'untuk selamanya Ialah kebahagiaan, kegembiraan, ialah penghilang 'segala kesusahan Tentram hatiku, mengingatnya hilangkan 'sgala kesedihan Sungguh beruntung yang bergembira ketika mengingat Ahmad Atasnya shalawat Ilahi terus menerus sepanjang abad Dan keluarganya, merekalah sebaik-baik pengikut sayyidina Ahmad Serta sahabat sebaik-baik pembesar mereka dan sebaik-baik golongan.(Al-Imam Ad-Da'i ilallah Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizd).

A. Nasehat AlHabib Imam Dai'ilallah AlQutbiyah Abdullah Al-Haddad

"Seseorang yang sibuk memenuhi hak Tuhannya daripada hak dirinya dan hak teman-temannya, maka dia adalah hamba yang dekat. Seseorang yang sibuk memenuhi hak dirinya daripada hak Tuhan dan hak teman-temannya, maka dia adalah hamba syahwat. Seseorang yang sibuk memenuhi hak teman-temannya daripada hak Tuhannya dan hak dirinya, maka dia adalah hamba kedudukan. Seseorang yang sibuk dengan memenuhi hak Tuhannya dan hak teman-temannya daripada hak dirinya, maka dia adalah pewaris Nabi."(Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad).

Edisi IV Revisi

KLASIFIKASI NASAB

ILMU NASAB

Segala puji bagi ALLAH Yang Maha Esa, Maha Agung lagi Perkasa atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-NYA yang tak terhingga, kasih sayang-NYA yang abadi, pintu maaf-NYA tak pernah terkunci bagi hamba-NYA yang berserah diri keharibaan Ilahi Robbi, Tuhan Khaliqul Alam Yang Maha Suci.

Shalawat serta salam kami panjatkan kepada Rasul penghulu alam, nabi agung, manusia pilihan Muhammad SAW dan bagi para keluarganya yang suci lagi mulia, para Imam pemimpin ummat yang menjadi pewaris Rasulullah SAW, serta kepada para sahabat pilihan dan orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka dengan baik dari generasi awal hingga akhir zaman.

Ilmu Nasab atau Ilmu Silsilah adalah ilmu yang membahas garis keturunan/susun galur /asal usul seseorang baik keturunan Bangsawan, Ratu, Raden, Raja atau keturunan Rasulullh SAW.

Bagi mereka yang telah dikaruniakan oleh ALLAH nasab dan keturunan Mulia hendaklah menjaga dan memeliharanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh para Wali dimasa hidupnya agar supaya anak cucu mereka mengerti akan kedudukan mereka ditengah-tengah ummat.

Di dalam Al-Qur'an surat Al-Hujarat ayat 13, ALLAH berfirman:

"Hai manusia ! Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan .dan kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku-suku bangsa,supaya kamu mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu dalam pandangan ALLAH ialah yang lebih bertaqwa."

Dari Abu Hurairah r.a katanya, bersabda Rasullah SAW: "Pelajarilah olehmu tentang nasab-nasab kamu agar dapat terjalin dengannya tali persaudaraan dantara kamu. Sesungguhnya menjalin tali persaudaraan itu akan membawa kecintaan terhadap keluarga, menambah harta, memanjangkan umur dan menjadikn ALLAH ridho". (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Tirmizi dan Al-Hakim).

Dengan itu jelaslah bahwa ilmu nasab adalah suatu ilmu yang agung, berhubungan dengan hukum-hukum syariah Islam. Orang yang mengingkari keutamaan ilmu ini adalah orang yang jahil, pembangkan dan menentang ALLAH dan Rasul-Nya. Kedudukan ilmu nasab yang penting di ketahui dalam syariah dintaranya adalah:

1. Mengetahui nasabnya Rasulullah SAW, yang mana nabi SAW bersabda dalam hal ini katanya:

"Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qusai bin Kilab (nama sebenarnya Hakim) bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik (An Nadhir) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan". (Diriwayatkan oleh Ibnu Assakir dari Abdullah bin Abbas). Tak seorangpun meragukan akan kebenaran nasab dari Rasulullah SAW yang tersebut diatas.

2. Mengetahui asal keturunan para Imam (pemimpin) seperti dinyatakan oleh Ibnu Hazm, "Seseorang wajib mengetahui bahwa khilafah tidak boleh dipegang melainkan oleh keturunan Fihr bin Malik (An Nadhir) bin Kinanah". Hal ini tidak akan diketahui melainkan dengan mengenali Ilmu nasab.

3. Saling mengenal diantara satu sama lain sehingga seseorang tidak dinisbahkan kepada selain ayahnya atau datuknya, karena sabda Rasulullah SAW dalam riwayat Imam Bukharie mengatkan: "Seseorang yang mengaku orang lain sebagai ayahnya padahal ia mengetahuinya maka ia telah berbuat kekufuran dan siapa yang mengaku kepada nasab bukan nasabnya maka hendaknya ia menempuh tempat tinggalnya dalam ap neraka"

Beberapa perkara berkaitan dengan hal tersebut diatas yaitu:

1. Mengetahui hukum-hukum pusaka, yang mana sebahagian waris boleh melindungi bagian yang lain.

2. Hukum para wali dalam nikah yang mana sebagian wali diutamakan dari wali yang lain.

3. Hukum wakaf, jika orang yang mewakafkan itu mengkhususkan kepada sebagian keluarga atau kerabat dan tidak kepada sebagian yang lain.

4. Mengambil kepastian nasab dalam kafa'ah suami terhadap istri dalam nikah, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal serta Imam Syafe'I, karena sabda Rasulullh SAW dari Siti 'Aisah r.a dalam kedaan marfuk: "Pilihlah tempat untuk menyimpan air mani kamu dan kawinilah orang-orang yang setaraf serta kawinkan wanita-wanita itu dengan mereka" (Diriwayatkan Oleh Ibnu Majah, Darutqutni, Al Hakim dan Al Baihagi).

5. Memperhatikan nasab wanita yang akan dinikahi, sabda nabi SAW: "Wanita itu boleh dinikahi dengan empat sebab; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka utamakan yang memiliki agamanya niscaya kamu akan beruntung". (Diriwayatkan oleh Syaikhan dan Imam Ahmad dalam musnadnya).

Adapun yang dimaksud dengan keturunannya ialah berasal dari keturunan yang mulia dalam hal ini tidak mungkin kita dapat mengetahuinya melainkan dengan Ilmu nasab.

6. Mengetahui nama-nama isteri nabi yang mana diharamkan kepada seluruh orang Islam mengawini mereka, begitu juga mengetahui nama-nama sahabat besar dari kalangan Muhajirin dan Ansor, juga mengetahui orang-orang yang berhak menerima khumus (seperlima) dari kalangan kerabat Rasul serta mengetahui orang-orang yang diharamkan kepada mereka menerima sedekah dari kalangan keluarga Muhammad, yang mana Ibnu Hazm menganggap perkara-perkara diatas sebagai fardu kifayah.

Didalam ilmu nasab ada klasifikasi/pengelompokan status nasab seseorang:

1. Shohihun Nasab, adalah status nasab seseorang yang setelah melalui penelitian dan pengecekan serta penyelidikan ternyata sesuai dengan buku rujukan (buku H. Ali bin Ja'far Assegaf dan buku induk), yang bersangkutan dinyatakan berhak untuk mendapatkan buku dan dimasukkan namanya di dalam buku induk.

2. Masyhurun Nasab, adalah status nasab seseorang yang diakui akan kebenarannya namun tidak terdapat pada buku rujukan yang ada. Yang bersangkutan tidak bisa dimasukkan dalam buku induk. Kebenaran nasabnya didapat dari keterangan kalangan keluarganya sendiri dan ditunjang oleh beberapa literatur/buku yang dapat dipercaya, juga diakui oleh ahli-ahli silsilah terdahulu ditambah beberapa orang yang memang diakui kepribadiannya di masanya.

3. Majhulun Nasab, adalah status nasab seseorang setelah diadakan masa penyelidikan/pengecekan dan penelitian ternyata tidak didapatkan jalur nasabnya. Ada beberapa kemungkinan penyebab terjadinya status ini diantaranya: karena ketidak tahuan, kebodohan, keminiman pengetahuan masalah nasabnya ataupun niat-niat untuk memalsukan nasab.

4. Maskukun Nasab, adalah status nasab seseorang yang diragukan kebenarannya karena didalam susunannya terjadi kesalahan/terlompat beberapa nama. Hal ini dikarenakan terjadinya kelengahan sehingga tidak tercatatnya beberapa nama pada generasi tertentu.

5. Mardudun Nasab, adalah status nasab seseorang yang dengan sengaja melakukan pemalsuan nasab, yakni mencantum beberapa nama yang tidak memiliki hubungan dengan susun galur nasab yang ada. Ataupun menisbahkan namanya dengan qabilah tertentu bersandarkan dengan cerita/riwayah dari seseorang yang tidak memiliki ilmu nasab/individu yang mencari keuntungan ekonomi secara pribadi.

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan yang bersangkutan bertindak memalsukan nasab ini sebagai contoh adalah karena yang bersangkutan hendak melamar Syarifah ataupun masalah warisan.

6. Tahtal Bahas (dalam pembahasan), adalah status nasab seseorang yang mana di dalamnya terjadi kesimpang siuran dalam susunan namanya. Hal ini banyak penyebabnya, diantaranya karena yang bersangkutan di tinggal oleh orang tuanya dalam keadaan masih kecil atau terjadinya kehilangan komunikasi dengan keluarganya atau terjadi kesalahan dalam menuliskan urutan-urutan namanya. Posisinya nasab ini bisa menjadi shohihun nasab atau majhulun nasab atau mardudun nasab sesuai dengan hasil penyelidikan dan pengecekan yang dilakukan.

7. Math'unun Nasab, adalah status seseorang yang tertolak nasabnya karena yang bersangkutan terlahir dari hasil perkawinan di luar Syariat Islam. Tertolaknya nasab ini setelah melalui penelitian dan pengecekan juga dengan ditegaskan oleh beberapa orang saksi yang dapat dipercaya. Hal ini juga dikenal dengan cacat nasab.

Demikianlah uraian singkat mengenai ilmu nasab ini, semoga kita sama-sama dapat mengambil manfaatnya dan kami berharap agar kita tetap menjaga garis keturunan dan kemurnian dari nasab.

NASAB ANAK ANGKAT

Anak angkat - Jangan nasabkan keluarga angkat

ANAK angkat atau anak pungut. Itu hanya sekadar istilah yang diberikan atau digunapakai oleh manusia. Hakikatnya mereka sama seperti manusia lain atau insan ciptaan Allah s.w.t.

Cuma yang membezakannya, ialah mereka dilahirkan bukan daripada ibu keluarga tersebut.

Demikian, menurut pandangan pensyarah di Jabatan al-Quran dan Hadis, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Sabri Abdul Rahman, mengulas layanan yang sewajarnya ke atas anak angkat.

Penegasan ini juga kata beliau, berpandukan kenyataan daripada Anas bin Malik bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Tidak beriman seseorang itu melainkan apabila dia kasih kepada saudaranya sebagaimana kasihnya pada dirinya sendiri. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Menjelaskan hadis di atas lagi, kata Sabri ia membawa pengertian bahawa anak angkat adalah juga insan biasa dan makhluk Allah. Oleh kerana itu, Nabi menjelaskan bahawa anak angkat dengan anak sendiri adalah sama dari segi kasih sayang dan hak-hak tertentu.

Malah dalam soal pengambilan anak angkat daripada perspektif Islam, ujar Sabri, ia adalah amalan yang baik kerana ia melibatkan sikap tolong menolong dan saling membantu sesama manusia.

Pun begitu, tegas beliau, walau bagaimana sayang sekalipun ibu bapa angkat tersebut terhadap anak angkat mereka, terdapat beberapa peraturan di dalam Islam yang mesti dipatuhi.

Di antaranya, hukum-hakam berkaitan masalah nasab atau keturunan, aurat dan pewarisan harta pusaka. Ia melanggar perintah Allah s.w.t. dan merupakan satu pembohongan kepada Allah.

Ikuti panduan dan bimbingan berkaitan anak angkat bersama Sabri yang ditemui di pejabatnya baru-baru ini.

Soalan: Apakah kriteria yang perlu diambil kira oleh seseorang yang berhasrat mengambil anak angkat?

Jawapan: Menerusi pengalaman saya, apabila pasangan itu bercadang mengambil anak angkat, perkara utama yang perlu dilihat ialah memastikan latar belakang keluarga asal anak tersebut.

Contohnya, adakah anak tersebut anak luar nikah, berasal daripada keluarga yang mempunyai penyakit keturunan atau keluarga yang susah kehidupannya.

Aspek latar belakang ini penting supaya dalam masa yang sama, keluarga angkat tersebut dapat membuat persediaan, sama ada dari segi mental dan fizikal. Ini berkemungkinan dibimbangi perlakuan anak tersebut akan mirip kepada latar belakang keluarga kandungnya.

Secara tidak langsung juga, ibu bapa angkat akan lebih mudah mendidik anak tersebut.

Apakah tanggungjawab yang dipikul oleh keluarga angkat sebaik sahaja mengambil anak angkat?

Tanggungjawab pendidikan ke atas anak-anak itu adalah perkara paling utama diterapkan. Pendidikan itu sama seperti kita mendidik anak sendiri, iaitu dari segi ilmu agama, akademik, kemahiran dan sebagainya.

Ia bersesuaian dengan hadis bermaksud: Tidak ada seorang bayi melainkan dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), maka kedua-dua ibu bapanya yang bertanggungjawab menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Ibu bapa yang dimaksudkan dalam hadis tersebut, tidak terbatas kepada ibu bapa kandung tetapi setelah kita mengambil seorang bayi, secara tidak langsung, bayi tersebut berada di bawah tanggungjawab kita mendidiknya.

Kecualilah, sekiranya kita mengambil anak angkat yang sudah dewasa atau sudah baligh, itupun masih menjadi tanggungjawab kita untuk membentuk.

Namun, bagi yang mengambil anak angkat dari peringkat bayi, tanggungjawab keluarga angkat adalah lebih berat sedikit.

Bagaimana pula yang mengambil anak angkat sekadar terikut-ikut dengan saranan ahli keluarga atau orang lain? Ini kerana ramai yang beranggapan, dengan mengambil anak angkat, Allah s.w.t. akan mengurniakan kepada mereka anak sendiri?

Pengambilan anak angkat seperti ini tidak dilakukan dengan rasa keikhlasan dan sekadar memenuhi kehendak orang lain. Umpamanya, tiada persiapan secukupnya.

Dalam hal ini, suami dan isteri tersebut dikira berdosa. Sungguhpun, tidak diketahui sejauhmana dosa tersebut kerana ia tidak dijelaskan secara khusus, sama ada di dalam hadis mahupun al-Quran.

Tambahan pula, perintah Tuhan yang mengatakan bahawa tanggungjawab ibu bapa ialah memberikan bukan sekadar kasih sayang kepada anak-anak tetapi banyak aspek lain yang telah disarankan oleh agama Islam dalam hal berkaitan hak kanak-kanak.

Bilakah waktu yang dikatakan sesuai untuk memberitahu kebenaran atau status anak tersebut?

Saya pernah menasihati satu pasangan yang mengambil anak angkat supaya status anak tersebut perlu diberitahu seawal mungkin, agar tidak menjejaskan keharmonian hubungan antara mereka.

Seelok-eloknya selepas mereka berada dalam alam persekolahan rendah, kebenaran ini wajar diberitahu secara berperingkat-peringkat, dan paling utama dengan cara penuh diplomasi serta menggunakan pendekatan yang bijak lagi berhemah.

Ini supaya anak angkat tersebut akan dapat menilai kasih sayang yang dicurahkan oleh keluarga angkat kepada dirinya.

Di samping itu juga, mungkin dia dapat mengetahui kedudukan sebenar mengapa dia diberikan kepada orang lain. Ini juga membantu memperbaiki hubungan dengan keluarga kandung.

Membataskan

Malah bagi anak angkat, tidak kira perempuan atau lelaki, kebaikan di pihak mereka ialah dapat membataskan pergaulan atau aurat mereka dengan ahli keluarga yang lain.

Selain itu, memudahkan urusan perkahwinan (bagi anak angkat perempuan) untuk mencari wali yang sebenar dalam menyelesaikan urusan pernikahan.

Naluri untuk mengenali keluarga kandung itu tidak boleh lari dalam diri setiap anak yang bergelar anak angkat.

Pun begitu, ibu bapa angkat tidak perlu bimbang dan kenalah ber-

sikap terbuka, kerana selagi kita

berlaku baik dan melayan adil kepada anak-anak ini, insya-Allah mereka akan mengingati insan yang membesarkan, memberi didikan dan kasih sayang sehingga mereka dewasa.

Tidak mustahil sesuatu yang buruk boleh berlaku, sekiranya mereka mengetahui tentang kebenaran tersebut apabila dewasa atau apabila hendak berkahwin (bagi yang perempuan).

Kesannya akan lebih buruk kerana banyak tanggapan yang negatif lahir pada diri anak tersebut. Akhirnya, si anak bukan sahaja membenci keluarga kandung tetapi turut melibatkan keluarga angkat, yang selama ini membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan sama rata.

Sanggup merahsiakan status anak angkat kerana takut anak tersebut kembali kepada keluarga asal, adalah satu perbuatan yang tidak berapa elok, kerana ia umpama memisahkan kasih sayang dengan ibu, bapa atau keluarganya yang sebenar.

Kalau begitulah tindakan ibu bapa kandung tersebut, tidak mustahil anak tersebut akan lari daripadanya juga akhirnya.

Apakah ada disebutkan di dalam al-Quran atau hadis tentang pahala mereka yang mengambil anak angkat?

Pahalanya memang ada tetapi berapa banyak itu terserah kepada Allah s.w.t. Ini kerana setiap kebajikan yang dibuat memang ada ganjarannya.

Sebagaimana yang termaktub di dalam surah al-Qasas ayat 77 bermaksud: Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.

Kebiasaannya hubungan kasih sayang antara anak-anak dengan ibu bapa diluahkan menerusi pelukan dan ciuman. Bagaimana pula sekiranya anak angkat diperlakukan sama tanpa ada perasaan nafsu sedikitpun?

Hukum aurat tetap berjalan walau seakrab manapun hubungan antara dua beranak ini. Biarpun diketahui bahawa peluk cium itu bukan atas dasar nafsu tetapi lebih kepada kasih ibu bapa kepada anak.

Nafsu atau tak nafsu, macam mana kita hendak menjawab kes-kes sumbang mahram yang banyak berlaku kini.

Walau apapun, kasih sayang tidak boleh dibezakan dengan anak-anak kita. Contohnya dari segi perbelanjaan harian, hendaklah diberikan sama rata ataupun dari segi perhatian dan kasih sayang. Malah hingga kepada soal makanan.

Mengambil anak angkat untuk membantu mengurangkan beban sesebuah keluarga merupakan satu kebajikan yang sangat digalakkan di dalam Islam, tetapi ia perlu dibuat berhati-hati, terutamanya dalam permasalahan nasab. Tolong ustaz jelaskan mengapa anak angkat tidak boleh dinasabkan kepada bapa angkat?

Ayah dan ibu angkat boleh berkahwin dengan anak angkat mereka. Ini untuk menunjukkan bahawa mereka tidak mempunyai sebarang hubungan langsung dari segi mahram.

Semua ini dilakukan untuk menyelamatkan keluarga dan mempertahankan kesucian Islam. Sebab itulah, setiap anak angkat mestilah dibinkan atau dibintikan dengan bapa kandungnya. Soal kasihan tidak timbul kerana peraturan tetap peraturan.

Selain itu, anak angkat juga tidak mempunyai sebarang hak dalam mewarisi harta pusaka. Pun begitu, mereka boleh diberikan harta melalui cara lain. Contohnya hibah.

Bagi anak angkat yang diketahui nama bapanya, mestilah diletakkan nama bapa kandungnya. Cuma dalam kes-kes yang tidak diketahui bapanya, maka digunakan nama Abdullah.

Kesan

Banyak kesan mengapa anak angkat ini tidak boleh dinisbahkan kepada bapa angkat. Pertama, harta benda. Kedua, satu-satu keturunan itu ada keistimewaannya yang tertentu. Kalau dia dibinkan kepada orang yang tidak baik, maka ia membawa kesan kepada masa depannya.

Sekiranya anak angkat dibinkan dengan nama bapa angkat, maka hubungan atau aurat mereka dengan adik-beradik daripada keluarga angkat yang pada hakikatnya boleh berkahwin, akan menimbulkan masalah.

Sejarah menceritakan bahawa Nabi Muhammad s.a.w. tidak pernah membezakan antara cucu angkatnya, Usamah bin Zaid dengan cucunya sendiri, Hassan bin Ali.

Rasulullah melayan kedua-dua orang cucunya dengan adil. Baginda meletakkan kedua-duanya di atas pangkuannya. Ini membayangkan betapa kasih dan sayangnya baginda kepada kedua-dua cucunya ini.

Maknanya dari segi kasih sayang, kena diberi sama rata, tidak kiralah sama ada ia anak angkat atau anak sendiri.

Kesukaran dalam proses mendapatkan surat beranak dan urusan tertentu, bolehkah dikira sebagai darurat dan bolehkah dengan sebab kepayahan ini, anak angkat dinasabkan kepada nama bapa angkat?

Kalau sudah ditetapkan oleh Allah s.w.t. tidak boleh, maka kita mestilah patuh. Perkara darurat dalam hukum fikah membawa maksud perkara yang boleh membawa kecederaan parah, kehilangan anggota. Contohnya, kalau tidak minum arak atau memakai tudung, akan dipotong tangan. Maka dalam situasi ini, ia mesti dituruti. Keadaan ini baru dikira darurat.

Oleh itu di dalam kes memberikan nasab, ia telah ada di dalam ketetapan Allah (al-Ahzab: 5).

Lantaran itu, umat Islam atau mereka yang mengambil anak angkat, sepatutnya akur mengenai soal hukum-hakam yang berkaitan.

Hikmah yang tersirat daripadanya hanya Allah s.w.t. yang mengetahui.